Kamis, 07 Juni 2012

INTOKSIKASI INSEKTISIDA FOSFAT ORGANIK (IFO)

Pengertian umum :

Pestisida adalah semua yang dipakai untuk membasmi hama, antara lain terdiri dari :

a. Insektisida : Khusus untuk serangga

b. Rodentisida : Untuk membasmi tikus

c. Herbisida : Untuk membasmi tanaman pengganggu.

Dua macam insektisidayang paling banyak dipakai :

1. Insektisida hidrokarbon khorin (HK = Chlorida hydrocarbon)

2. Insektisida fosfat organik (IFO =organo phosphate insectiside)

Sifat-sifat IFO

Insektisida penghambat kholin esterase (cholinesterase inhibitor insecticide) merupakan insektisida poten yang paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Dapat menembus kulit yang normal, dapat diserap lewat paru dan saluran makanan, tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti halnya golongan IHK.

Jenis-jenis IFO

1. Insektisida untuk dipakai dalam pertanian :

Tolly (Malathion) Parathion

Basudin Diazinon

Phosdrin Systox

2. Insektisida untuk keperluan rumah tangga

Mafu (DDVP = Dichiorvos) Baygon (DDVP + Propoxur)

Raid (DDVP + Propoxur) Startox (DDVP + Allethrin)

Shelltox (DDVP + Pyrethroid)

Pathogenesis

  1. IFO bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim asetil kholin esterase tubuh (KhE).
  2. Dalam keadaan normal, enzim KhE bekerja untuk menghidralisis Akh dengan jalan mengadakan ikatan Akh-KhE yang bersifat inaktif.
  3. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala-gejala rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muskarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP).

Pada keracunan IFO, ikatan IFO-KhE menetap (Irreversible)

Pada keracunan carbamate : bersifat sementara (reversible)

Secara farmakologik efek Akh dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu :

  1. Muskarinik terutama pada otot polos saluran pencernaan makanan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkhus dan jantung.
  2. Nikotinik, terutama pada otot-otot bergaris, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot pernapasan.
  3. SSP, menimbulkan rasa nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang sampai koma.

Diagnosis

1. Gambaran klinik

Yang palig menonjol adalah hiperaktivitas kelenjar-kelenjar ludah/air mata/keringat/urine/saluran pencernaan makanan (disngkat dengan SLUD = Salivasi, Lakrimasi, Urinasi dan diare), kelainan visus dan kesukaran bernapas.

  1. Keracunan ringan

- Anoriksia - Nyeri kepala - Rasa lemah

- Rasa takut - Tremor lidah - Tremor kelopak mata

- Pupil miosis

  1. Keracunan sedang

- Nausea - Muntah-muntah - Kejang/keram perut.

- Hipersalivasi - Hiperhidrosis - Fasikulasi otot

- Bradikardi

  1. Keracunan berat

- Diare - Pupil “pin-Point” - Reaksi cahaya (-)

- Sesak napas - Sianosos - Edema paru

- Inkonteinensia urine - Inkotinensia feses - Konvulsi

- Koma - Blokade jantung - Akhirnya meninggal

2. Pemeriksaan laboratorium

  1. Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong
  2. Pemeriksaan khusus : pengukuran kadar kHE dalam sel darahmerah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik (menurun sekian % dari harga normal)

Keracunan akut : ringan 40 – 70 % N

Sedang 20 % N

Berat < 20 % N

Keracunan kronik : bila kadar KhE menurun sampai 25 – 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar KhE telah meningkat > 75 % N.

3. Pemeriksaan PA

Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas, sering hanya ditemukan adanya edema paru, dilatasi kapiler dan hiperemi paru, otak dan organ-organ lain.

Pengobatan

1. Resusitasi

a. Bebaskan jalan napas

b. Napas buatan + O2, kalau perlu gunakan respirator pada kegagalan napas yang berat.

c. Infus cairan kristaloid.

d. Hindari obat-obatan penekan SSP

2. Eliminasi

Emesis, katarsis, kumbah lambung, keramas rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun.

3. Antidotum

Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada pada tempat-tempat penumpukannya.

a. Mula-mula berikan bolus intra vena 1 – 2,5 mg, pada anak 0,05 mg/kg.

b. Dilanjutkan dengan 05 –1 mg setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takhikardi, midriasis, febris, psikosis. Pada anak 0,02 – 0,05 mg/kg iv tiap 10 – 30 menit.

c. Selanjutnya setiap 2 – 4 – 6 dan 12 jam.

d. Pemberian SA dihentkan minimal 2 x 24 jam.

e. Penghentian SA yang mendadak dapat menimbulkan “rebound efect” berupa edema paru/kegagalan pernapasan akut, sering fatal.

Timbulnya gejala-gejala atropinisasi yang lengkap, dapat dipakai sebagai petunjuk adanya keracunan atropin.

Reaktivator KhE bekerja dengan memotong ikatan IFO-KhE sehinggatimbul reaktivitas ensim KhE. Yang terkenal 2 PAM (pyrydin – 2 – aldoxime methiodide /methcloride = Pralidoxime = Protopam). Hanya bermanfaat pada keracunan IFO, kontra indikasi pada keracunan carbamate.

Dosis 1 gr iv perlahan-lahan (10 – 20 menit), diulang setelah 6 – 8 jam, hanya diberikan bila pemberian atropin telah adekuat. Pada anak-anak 25 – 50 mg/kg BB iv, maksimal 1 gr/hari, dapat diulang setelah 6 – 8 jam.

Prognosis

Pada umumnya baik, bila pengobatan belum terlambat, beberapa kesalahan pengobatan sering terjadi, berupa :

a. Resusitasi kurang baik dikerjakan.

b. Eliminasi racun kurang baik.

c. Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.

Pengkajian Keperawatan

a. Tanda-tanda vital

- Distress pernapasan

- Sianosis

- Takipnoe

b. Neurologi

IFO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya termasuk letargi, peka rangsangan, pusing, stupor & koma.

c. GI Tract

Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual dan muntah.

d. Kardiovaskuler

Disritmia.

e. Dermal

Iritasi kulit

f. Okuler

Luka bakar kurnea

g. Laboratorium

­ Eritrosit menurun

­ Proteinuria

­ Hematuria

­ Hipoplasi sumsum tulang

h. Diagnostik

­ Radiografi dada dasar/foto polos dada

­ Analisa gas darah, GDA, EKG

Intervensi secara umum

Perawatan Suportif

1. Jalan nafas

2. Pernapasan

3. Sirkulasi

Pencegahan Absorbsi

1. Ipekak dianjurkan pada pasien dalam keadaan sadar dengan ingesti terhadap :

  1. Distilat petroleum dalam jumlah yang besar
  2. Distilat petroleum dengan adiktif toksik serius (logam berat, insektisida)
  3. Hidrokarbon aromatik halogen.

2. Lakukan lavage pada pasien yang memerlukan dekontaminasi tetapi terlalu sakit untuk diberikan ipekak

3. Arang obat

4. Katartik Saline

Pemantauan Jantung : pada pasien simptomatik

Tekanan Ekspirasi :

Akhir positif mungkin diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat.

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Timbul

Diagnosa .1 :

Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh secara tidak normal

Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan

Kriteria evaluasi :

Keseimbangan cairan adekuat

- Tanda-tanda vital stabil

- Turgor kulit stabil

- Membran mukosa lembab

- Pengeluaran urine normal 1 – 2 cc/kg BB/jam

Intervensi :

1. Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan.

Rasional : Dokumentasi yang akurat dapat membantu dalam mengidentifikasi pengeluran dan penggantian cairan.

2. Monitor suhu kulit, palpasi denyut perifer.

Rasional : Kulit dingain dan lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk pengantian cairan tambahan.

3. Catat adanya mual, muntah, perdarahan

Rasional : Mual, muntah dan perdarahan yang berlebihan dapat mengacu pada hipordemia.

4. Pantau tanda-tanda vital

Rasional : Hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan cairan (dehindrasi/hipovolemia).

5. Berikan cairan parinteral dengan kolaborasi dengan tim medis.

Rasional : Cairan parenteral dibutuhkan untuk mendukung volume cairan /mencegah hipotensi.

6. Kolaborasi dalam pemberian antiemetik

Rasional : Antiemetik dapat menghilangkan mual/muntah yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan pemasukan.

7. Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur.

Rasional : Pemasukan peroral bergantung kepada pengembalian fungsi gastrointestinal.

8. Pantau studi laboratorium (Hb, Ht).

Rasional : Sebagai indikator/volume sirkulasi dengan kehilanan cairan.

Diagnosa .2 :

Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek langsung toksisitas IFO, proses inflamasi.

Tujuan : Pola napas efektif

Kriteria Evaluasi :

- RR normal : 14 – 20 x/menit

- Alan napas bersih, sputum tidak ada

Intervensi :

1. Pantau tingkat, irama pernapasan & suara napas serta pola pernapasan

Rasional : Efek IFO mendepresi SSP yang mungkin dapat mengakibatkan hilangnya kepatenan aliran udara atau depresi pernapasan, pengkajian yang berulang kali sangat penting karena kadar toksisitas mungkin berubah-ubah secara drastis.

2. Tinggikan kepala tempat tidur

Rasional : Menurunkan kemungkinan aspirasi, diagfragma bagian bawah untuk untuk menigkatkan inflasi paru.

3. Dorong untuk batuk/ nafas dalam

Rasional : Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi sekresi untuk mengurangi resiko atelektasis/pneumonia.

4. Auskultasi suara napas

Rasional : Pasien beresiko atelektasis dihubungkan dengan hipoventilasi & pneumonia.

5. Berikan O2 jika dibutuhkan

Rasional : Hipoksia mungkin terjadi akibat depresi pernapasan

6. Kolaborasi untuk sinar X dada, GDA

Rasional : Memantau kemungkinan munculnya komplikasi sekunder seperti atelektasis/pneumonia, evaluasi kefektifan dari usaha pernapasan.

Diagnosa .3 :

Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kerentanan pribadi, kesulitan dalam keterampilan koping menangani masalah pribadi.

Tujuan : Koping individu efektif, tidak terjadi kerusakan perilaku adaptif dalam pemecahan masalah.

Kriteria Evaluasi :

- Klien mampu mengungkapkan kesadaran tentang penyalahgunaan bahan insektisida.

- Mampu menggunakan keterampilan koping dalam pemecahan masalah

- Mampu melakukan hubungan /interaksi sosial.

Intervensi :

1. Pastikan dengan apa pasien ingin disebut/dipanggil.

Rasional : Menunjukkan penghargaan dan hormat

2. Tentukan pemahaman situasi saat ini & metode koping sebelumnya terhadap masalah kehidupan.

Rasional : Memberi informasi tentang derajar menyangkal, mengidentifikasi koping yang digunakan pada rencana perawatan saat ini

3. Tetap tidak bersikap tidak menghakimi

Rasional : Konfrontasi menyebabkan peningkatan agitasi yang menurunkan keamanan pasien.

4. Berikan umpan balik positif

Rasional : Umpan balik yang positif perlu untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan kesadaran diri dalam perilaku

5. Pertahankan harapan pasti bahwa pasien ikut serta dalam terapi

Rasional : Keikut sertaan dihubungkan degan penerimaan kebutuhan terhadap bantuan, untuk bekerja.

6. Gunakan dukungan keluarga/teman sebaya untuk mendapatkan cara-cara koping.

Rasional : Dengnan pemahaman dan dukungan dari keluarga /teman sebaya dapat membantu menngkatkan kesadaran.

7. Berikan informasi tentang efek meneguk insektisida

Rasional : Agar klien mengetahui efek samping yang berakibat fatal pada organ-organ vital bila menelan insektisida (baygon)

8. Bantu pasien untuk menggunakan keterampilan relaksasi

Rasional : Relaksasi adalah pengembangan cara baru menghadapi stress.

Diagnosa .4

Koping keluarga tidak efektif (tidak mampu) berhubungan dengan kerentanan pribadi anggota keluarga, krisis situasi, sosial.

Tujuan : Koping keluarga efektif.

Kriteria Evaluasi :

- Mengungkapkan pengertian dinamika saling tergantung dan partisipasi dalam program individu dan keluarga.

- Mampu mengidentifikasi perilaku koping tidak efektif.

- Melakukanperubahan perilaku.

- Mendukung terhadap program pengobatan & perawatan keluarga.

Intervensi :

1. Kaji riwayat keluarga, gali masing-masing peran anggota keluarga

Rasional : Menentukan area untuk fokus, potensial perubahan.

2. Tentukan pemahaman situasi saat ini dan metode sebelumnya dari koping dengan masalah kehidupan.

Rasional : Memberikan dasar informasi sebagai dasar perencanaan saat ini

3. Kaji tingkat situasi/fungsi saat ini dari anggota keluarga.

Rasional : Mempengaruhi kemampuan individu untuk mengatasi situasi.

4. Tentukan luasnya perilaku mampu yang dibuktikan oleh anggota keluarga gali dengan individu dan pasien.

Rasional : Mampu adalah melakukan untuk pasien apa yang perlu untuk dirinya sendiri, individu ditolong dan tidak ingin merasa tidak tidak berdaya untuk menolong orang lain & megeluh perilaku yang sangat destruktif.

5. Berikan informasi faktual pada pasien dan keluarga tentang efek perilaku penalahgunaan zat pada keluarga dan apa yang diharapkan setelah pulang.

Rasional : Banyak orang atau pasien yang tidak sadar tentang sifat bahan insektisida

6. Dorong orang terdekat menyadari perasaan mereka sendiri dengan melihat situasi dengan perspektif dan objektivitas.

Rasional : Bila anggota keluarga yang tergantung manjadi sadar tentang tindakan mereka sendiri yang secara terus-menerus ada masalah, mereka perlu untuk memutuskan untuk mengubah diri mereka. Bila meeka berubah pasien dapat menghadapi konsekuensi tindakan pasien sendiri dan dapat memilih untuk mendapatkan yang baik.

7. Kaji perasaan yang menimbulkan konflik individu.

Rasional : Bermanfaat dalam membuat kebutuhan terapi untuk individu yang tergantung.

Diagnosa .5 :

Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis,kebutuhan pengobatan dan efek samping penggunaan obat zat insektisida berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pasien mempunyai pengathuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan pengobatan dan efek samping penggunaan zat insektisida.

Kriteria Evaluasi :

- Dapat mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya sendiri dan rencana pengobatan.

- Berpartisipasi dalam program pengoabatan.

- Perubahan perilaku untuk tidak melakukannya lagi.

Intervensi :

1. Sadari dan hadapi ansietas pasien dan anggota keluarga.

Rasional : Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan mendegar dan mengasimilasi informasi.

2. Berikan peran aktif untuk pasien dalam proses belajar.

Rasional : Belajar dapat ditingkatkan bila individu secara aktif terlibat.

3. Berikan informasi tertulis dan verbal untuk indikasi.

Rasional : Membantu pasien membuat pilihan berdasarkan informasi tentang masa depan yang bermanfaat untuk pendekatan terapi lain.

4. Kaji pengetahuan pasien tangtang situasi sendiri misalnya penyakit, perubahan kebutuhan dalam gaya hidup.

Rasional : Membantu dalam merencanakan perubahan jangka panjang yang perlu untuk mempertahankan status pantanan.

5. Pantau ulang kondisi & prognosis/ harapan masa depan.

Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.

6. Diskusikan efek zat yang digunakan.

Rasional : Informasi akan membentu pasien memahami kemungkinan efek jangka panjang dari penggunaan zat.

Diagnosa .6 :

Resiko tinggi terhadap tindak kekerasan pada diri sendiri (berulang) berhubungan dengan perpanjangan depresi/tingkah laku ingin bunuh diri.

Tujuan : Tidak terjadi tindakan ulang kekerasan pada diri sendiri

Kriteria Evaluasi :

- Mengutarakan pemehaman tingkah laku & faktor-faktor yang mempengaruhi.

- Mencapai tahap hilangnya rasa takut & realitas situasi.

- Menunjukkan kontrol diri.

Intervensi :

1. Kurangi ransangan, berikan ruangan yang tenang atau tempatkan pada ruangan yang stimulasinya dikurangi dibawah pengawasan.

Rasional : Menurunkan kreativitas dan menngkatkan rasa tenang.

2. Izinkan orang-orang yang penting bagi pasien untuk tetap tinggal di dalam ruangan selama prosedur dilakukan jika dimungkinkan.

Rasional : Dapat memberikan efek ketenangan jika melihat seseorang yang dikenal oleh pasien dan memberikan penenangan.

3. Pindahkan barang-barang yang berpotensi membahayakan pasien dari lingkungannya.

Rasional : Menurunkan kemungkin pasien mencelakai orang lain atau melakukan ide bunuh diri.

4. Berikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan agresif secara verbal.

Rasional : Memberikan jalan yang baru dalam mengekspresikan perasaan akan membentuk pasien belajar mengembangkan kemampuan memecahkan masalah yang baik.

5. Bantu pasien mengidentifikasi apa yang dapat menyebabkan pasien menjadi marah.

Rasional : Kesadaran akan reaksi merupakan tahap pertama dari belajar untuk berubah

6. Berikan jalan keluar untuk mengekspresikan diri meliputi aktiivitas fisik.

Rasional : Dengan mengaktifkan fisik didalam menciptakan lingkungan yang aman dapat menurunkan dorongan untuk melakukan tindakan agresif.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran ed. 3, jilid 2, Medika Aesculapius, Jakarta.

Hudak & Gallo (1996), Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta.

Marylin. D (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, EGC Jakarta.

SMF Lab Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya (1997), Prosedur Tetap SMF Penyakit Dalam, RSUD Dr. Soetomo Surabaya .

0 komentar:

Posting Komentar

◄ Newer Post Older Post ►