Senin, 20 Februari 2012

AKUT RESPIRATORY DISTRESS SINDROME


Kegawatan pernafasan ( Respiratory Distress syndrome ) pada anak merupakan penyebab utama kematian pada bayi baru lahir, diperkirakan 30% dari semua kematian neonatus disebabkan oleh penyakit ini atau komplikasinya. Penyakit ini terjadi pada bayi prematur, insidennya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat badannya. 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu,  15-30% pada bayi antara 32-36 minggu, sekitar 3% pada bayi yang lebih dari 37 minggu.
              Tingginya angka kejadian tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi para tenaga kesehatan, mahasiswa S1 keperawatan yang merupakan calon tenaga kesehatan profesional, yang nantinya akan selalu berhubungan dengan penderita atau anak dengan resiko menderita RDS, harus mempunyai pengetahuan dan ketrampilan dalam mencegah dan membantu mengatasi tersebut dan dapat dipertanggungjawabkan pada pasien dan tim kesehatan lain.

A.            PENGERTIAN

               Respiratory Distress Syndrome ( RDS ) adalah perkembangan yang immatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyaline membran disease ( HMD ).
 (Suriadi, 2001).

B.            ETIOLOGI

               Dihubungkan dengan usia kehamilan, semakin muda seorang bayi, semakin tinggi Resiko RDS sehingga menjadikan perkembangan yang immatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
RDS terdapat dua kali lebih banyak pada laki-laki daripada  perempuan, insidens meningkat pada bayi dengan faktor –faktor tertentu, misalnya: ibu diabetes yang melahirkan bayi kurang dari 38 minggu, hipoksia perinatal, lahir melalui seksio sesaria.

C.           PATHOFISIOLOGI

               Pada bayi dengan RDS, dimana tidak  adanya kemampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka. RDS pada bayi yang belum matur menyebabkan gagal pernafasan karena immaturnya dinding dada, parenchimparu, dan immaturnya endotellium kapiler yang menyebabkan kolaps paru pada akhir ekspirasi.

Pada kasus yang terjadi akibat tidak adanya atau kurangnya, atau berubahnya komponen surfaktan pulmoner. Surfaktan suatu kompleks lipoprotein, adalah bagian dari permukaan mirip film yang ada di alveoli, untuk mencegahnya kolapsnya alveolus tersebut. surfaktan dihasilkan oleh sel-sel pernafasan tipe II di alveoli. Bila surfakatan tersebut tidak adekuat, akan terjadi kolaps alveolus dan mengakibatkan hipoksia dan retensi CO2 mengakibatkan asidosis Kemudian terjadi konstriksi vaskuler pulmoner dan penurunan perfusi pilmoner, yang berakhir sebagai gagal nafas progresif, terjadi hipoksemia progresif yang dapat menyebabkan kematian. ( Nelson,2000).

D.           MANIFESTASI KLINIK

1.         Takipneu
2.         Retraksi interkostal dan sternal
3.         Pernafasan cuping hidung
4.         Sianosis sejalan dengan hipoksemia
5.         Menurunya daya compliance paru (nafas ungkang- ungkit  paradoksal )
6.         Hipotensi sistemik (pucat perifer, edema, pengisian kapiler tertunda lebih dari 3 sampai 4 detik )
7.         Penurunan keluaran urine
8.         Penurunan suara nafas dengan ronkhi
9.         Takhikardi pada saat terjadinya asidosis dan hipoksemia.

E.            PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.         Foto thoraks
a.       Pola retikulogranular difus bersama bronkhogram udara yang saling tumpah tindih.
b.      Tanda paru sentral batas jantung sukar dilihat, inflasi paru buruk.
c.       Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkena (bayi dari ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung kongestif )
d.      Bayangan timus yang besar.
e.       Bergranul merata pada bronkhogram udara, yang menandakan penyakit berat jika terdapat pada beberapa jam pertama.
2.         Gas Darah Arteri menunjukan asidosis respiratory dan metabolik yaitu adanya penurunan pH, penurunan PaO2, dan peningkatan paCO2, penurunan HCO3.
3.         Hitung darah lengkap,
4.         Perubahan Elektrolit, cenderung terjadi penurunan kadar: kalsium, natrium, kalium dan glukosa serum

F.            KOMPLIKASI

1.    Pneumothorak
2.    Pneumomediastinum
3.    Hipotensi
4.    Menurunya pengeluaran urine
5.    Asidosis
6.    Hiponatremi
7.    Hipernatremi
8.    Hipokalemi
9.    Disseminated intravaskuler coagulation ( DIC )
10.     Kejang
11.     Intraventricular hemorhagi
12.     Infeksi sekunder.
13.     murmur

G.           ASIDOSIS

 merupakan  suatu kondisi terjadinya pelepasan ion Hidrogen ( H+ ) yang berlebihan dalam darah sehingga terjadi penurunan pH darah dalam tubuh.
pH darah dalam tubuh mempunyai nilai normal : 7,38-7,42 dengan pemeriksaan AGD ( analisa gas darah ).  bila kurang dari nilai normal disebut dinamakan asidosis, sedangkan bila lebih dari normal disebut alkalosis. Berat ringannya tergantung tinggi rendahnya rentang perubahanya.
Kolaps paru pada kasus RDS dapat menyebabkan asidosis karena terganggunya ventilasi sehingga  terjadi hipoksia dan Retensi CO2. oksigenasi jaringan menurun sehingga terjadi metabolisme anaerobik yang menimbulkan asam laktat dan asam organik lain yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik.

H.           PENATALAKSANAAN

1.      Memberikan lingkungan yang  optimal.Suhu tubuh harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal ( 36,50-370C )  dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembapan ruangan juga harus adekuat ( 70-80%)
2.      Pemberian oksigen .
Pemberian oksigen harus hati-hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Untuk mencegah timbulnya komplikasi tersebut pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan analisa gas darah.
Rumatan PaO2 antara 50-80mmHg dan PaCO2 antara 40 dan 50 mmHg, dengan rumatan O2 2L.
3.      Pemberian cairan dan elektrolit.
Pada permulaan diberikan glukose 5-10% 60-125 ml/kgBB/hari. Asidosis yang selalu dijumpai
Harus segera dikoreksi dengan NaHCO3 secara intravena, dengan rumus pemberian : NaHCO3( mEq ) =Defisit basa X 0.3 X BB bayi.
4.    Pemberian antibiotik, untuk mnecegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penissilin dengan  dosis  50000-100000 U/kgBB/hari dengan atau tanpa gentamicin3-5/kgBB/hari.
5.    Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan eksogen melalui endotrakheal tube. Obat ini sangat efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Cecily. L Betz. 2002. Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta. EGC
Nelson. E Waldo. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jilid I.Jakarta. EGC
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta. EGC
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.Jakarta. CV Agung Seto.




0 komentar:

Posting Komentar

◄ Newer Post Older Post ►