A. PENGERTIAN
Nefrotik sindrom adalah kumpulan gejala degenerasi ginjal tanpa adanya peradangan, ditandai dengan oedema, albuminuria dan penurunan albumin dalam serum(Ramali, 2003, hal 230).
Nefrotik sindrom berkaitan erat dengan proteinuria(Tisher, 1997, hal 37).
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan manifestasi klinis (di tandai proteinuria masif lebih dari 3,5 gram per 1, 73 m2 luas permukaan badan perhari dan hipoalbuminemia kurang dari 3 gram per milliliter) dan berhubungan dengan kelainan glomerulus akibat penyakit - penyakit tertentu atau tidak diketahui / idiopatik(Soeparman, 1990, hal 282)
Sindrom nefrotik adalah penyakit yang terjadi secara tiba-tiba, biasanyan berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proeinuria berat. Tanda yang terlihat jelas adalah oedema pada kaki dan genetalia (Mansjoer, 1999, hal 525).
Sindrom nefrotik ialah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia, kadang – kadang terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 1997, hal 304)
Dari beberapa pengertian diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwa nefrotik sindrom adalah suatu penyakit degenerasi fungsi ginjal yang ditandai dengan oedema, albuminuria, dan penurunan albumin serum yang diakibatkan oleh penyakit - penyakit tertentu yang terjadi secara tiba-tiba.
B. ETIOLOGI
Mansjoer (1999, hal 525) menyatakan bahwa penyebab sindrom nefrotik pada orang dewasa adalah :
1. Glomerulonefritis primer ( sebagian besar tidak diketahui sebabnya )
· Glomerulonefritis membranosa
· Glomerulonefritis kelainan minimal
· Glomerulonefritis membranoproliperatif
· Glomerulonefritis pascastreptokokok
2. Glomerulonefritis sekunder
· Lupus Eritemotosus Sistemik (LES)
· Obat (emas, pensilalanin, anti inflamsi nonsteroid)
· Neoplasma (kanker payudara, kolon, bronkus)
· Penyakit sistemik yang mempengaruhi glomerulus (diabetes, amiloidosis).
Sedangkan Tisher (1997, hal 38) menyebutkan bahwa penyebab nefrotik sindrom ada 2 yaitu kelainan primer glomerulus dan kelainan sekunder yakni :
1. Kelainan primer glomerulus
· Proteinuria ortostatik atau postural (benigna)
· Glomerulonefritis membranosa
· Glomerulonefritis membranoproliferatik idiopatik
· Glomerulonefritis fokal segmental
· Nefropati IgA
· Penyakit lesi minimal
· Glomerulonefritis proliferatif
2. Kelainan sekunder
· Herediter – familial : diabetes mellitus, sindrom Alport, penyakit sel sabit
· Autoimun ; lupus eritematosus sistemik (LSE), sindrom Goodpasture, granulomatosis wegener, poliartesis nodosa, rematoid arthritis
· Infeksi : postinfeksi glomerulonefritis, endokarditis, hepatitis B.
· Obat : agen inflamasi nonsteroid, heroin, emas, merkuri
· Neoplasma : penyakit Hodgkin, leukemia, multiple mieloma
· Lain - lain : amiloidosis, preeklampsia-eklampsia, hipertensi renovaskular, nefritis interstitial, demam, olahraga.
C. PATOFISIOLOGI
Pada individu yang sehat, dinding kapiler glomerrolusberfungsi sebagai sawar untuk menyingkirkan protein agar tidak memasuki ruangan urinarius melalui diskriminasi ukuran dan muatan listrik(Tisher, 1997, hal 37).
Dengan adanya gangguan pada glomerulus, ukuran dan muatan sawar selektif dapat rusak sehingga terjadi peningkatan permeabilitas membran glomerolus. Proses penyaringan pun menjadi terganggu.molekul protein yang seharusnya mampu tersaring oleh glomerulus, tidak dapat tersaring. Sehingga urine mengandung protein(Tisher, 1997, hal 37).
Sebagian besar protein dalam urine adalah albumin. Dengan banyaknya albumin yang keluar bersama urine, mengakibatkan kandungan albumin dalam darah menjadi rendah yang disebut hipoalbuminemia(Mansjoer, 1999, hal 526)
Rangkaian keadaan yang menunjukkan mulai dari proteinuria sampai sindrom nefrotik tergantung pada perkembangan dari hipoalbuminemia.hipoalbuminemia mengurangi tekanan onkotik plasma, dan kemudian mengakibat perpindahan cairan intravaskular ke ruang interstitial. Perpindahan cairan ini akan menjadikan volume cairan intravaskular menurun, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke ginjal / volume darah efektif menurun(Soeparman, 1990, hal 286).
Ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin - angiotensin dan sekresi aldosteron yang kemudian mengakibatkan retensi natrium dan air. Kejadian ini menimbulkan edema perifer, anasarka dan asites. Kondisi hipoalbuminemia juga mempengaruhi respon imun seseorang.faktor imun Ig G menurun sehingga penderita nefrotik sindrom lebih peka terhadap semua macam infeksi(Soeparman, 1990, hal 286)
D. MANIFESTASI KLINIK
Pada penderita Sindrom Nefrotik, edema merupakan gejala klinik yang menonjol. Kadang - kadang mencapai 40 % dari pada berat badan dan didapatkan edema anasarka. Pasien sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi ringan. Terdapat proteinuria terutama albumin (85-95%) sebanyak 10 - 15 gram perhari. Selama edema masih banyak biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal atau berupa torak hialin, granula, lipoid; terdapat pula sel darah putih. Pada fase non nefritis, uji fungsi ginjal tetap normal atau meninggi. Dengan perubahan yang progresif di glomerulus terdapat penurunan fungsi ginjal pada fase nefrotik.
Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia. Kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat perbandingan albumin - globulin yang terbalik. Didapatkan pula hiperkolesterolemia, kadar fibrinogen meninggi sedangkan kadar ureum normal. Pada keadaan lanjut biasanya terdapat glukosuria tanpa hiperglikemia(Ngastiyah, 1997, hal 306).
Mansjoer(1999, hal 526) menyatakan bahwa gejala utama yang ditemukan pada penderita nefrotik sindrom adalah :
3. proteinuria > 3,5 g / hari
4. hipoalbuminemia < 30 g / l
5. edema anasarka
6. hiperlipidemia / hiperkolesterolemia
7. hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri.
8. hematuria, hipertensi
Pada kasus berat dapat ditemukan gagal ginjal.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan urine dan darah untuk memastikan adanya proteinuria, proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia. Biasanya ditemukan hematuria mikroskopik lebih dari 20 eritrosit /luas permukaan badan. Pemeriksaan darah lengkap juga diperlukan untuk mencari mikroangiopati, pemeriksaan imunologi untuk menentukan adanya Lupus Eritematosus Sistemik(Mansjoer, 1999, hal 528).
Selain itu, untuk menunjang diagnosa, perlu dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal berupa urin mikroskopik, ureum, kreatinin, elektrolit, dan protein urin(Tisher, 1997, hal 40).
Untuk pengawasan kemajuan penderita Sindrom Nefrotik, dilakukan pengukuran dan pencatatan berkala dari tekanan darah, keseimbangan cairan serta berat badan( Mansjoer, 1999, hal 528).
F. PENATALAKSANAAN
Ngastiyah(1997, hal 306) menjelaskan penatalaksanaan penderita Sindrom Nefrotik adalah sebagai berikut:
a. Medis
Pengobatan :
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit.
2. Diet tinggi protein 2-3 gram/kgBB/hari dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.
3. Diuretik
4. Kortikosteroid. Berikan prednison peroral dengan dosis awitan 60 mg/hari/luas permukaan badan(lbp) selama 28 hari. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lbp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari.
5. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
6. Berikan obat digitalis bila ada indikasi gagal jantung.
b. Keperawatan
Penderita sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit karena memerlukan pengawaan dan pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah edema anasarka, diet, risiko terjadi komplikasi dan pengawasan mengenai pengobatan/gangguan rasa aman dan nyaman.
A. FOKUS KEPERAWATAN
Dalam pengelolaan kasus, penulis menggunakan metode proses keperawatan secara sistematis dan efisien dalam memecahkan masalah keperawatan, meliputi :
1. pengkajian
Pada pengkajian klien dengan nefrotik sindrom, penulis menggunakan format pengkajian konseptual Gordon yang terdiri dari 11 pola. Hal ini dikarenakan format ini menunjang dan mempermudah dalm memperoleh data focus.
Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola konseptual Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000, hal 20) dan Carpenito(2001).
a. Persepsi kesehatan
Tanyakan tentang alasan klien masuk rumah sakit, riwayat kejadian , keluhan utama, riwayat penyakit masa lalu yang berkaitan dengan nefrotik sindrom, riwayat kesehatan keluarga dan riwayat gaya hidup klien.
b. Pola nutrisi metabolik
Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status nutrisi klien dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji turgor kulit serta observasi adanya oedema anasarka.
c. Pola eliminasi
Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi perubahan pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.
d. Pola aktivitas
Kaji tanda – tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda kelelahan,
e. Kebutuhan istirahat tidur
Kaji pola tidur klien sebelum dan selama sakit
f. Pola persepsi kognitif
Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang di deritanya.
g. Pola persepsi diri
Kaji persepsi diri klien meliputi body image, harga diri, peran diri, ideal diri, konsep diri.
h. Pola hubungan sosial
Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan perawat.
i. Pola seksualitas
Kaji kebutuhan seksual klien
j. Pola mekanisme koping
Kaji bagaimana respon diri klien terhadap penyakit yang dideritanya
k. Pola spiritual
Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa penyakitnya adalah ujian dari Allah SWT.
Selain itu, lakukan pemeriksaan fisik pada klien meliputi penkajian edema yang tampak, bengkak di mata, kaki, tangan, wajah dan genital, serta catat derajat pitting.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul dan intervensinya :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulator ginjal dengan retensi air dan natrium(Tucker,1998, hal 578).
Kriteria hasil :
· Menunjukkan keluaran urine tepat dengan hasil laboratorium mendekati normal.
· BB stabil, TTV dalam batas normal, tak ada edema.
· Keseimbangan masukan dan pengeluaran.
Intervensi :
1. Pantau keluaran urine, catat jumlah dan warna
Rasional : keluaran urin mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi.
2. Pantau / hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam.
Rasional : terapi diuretik dapat diakibatkan oleh kehilangan cairan tiba - tiba berlebihan meskipun edema masih ada.
3. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4. Ubah posisi dengan sering, tinggikan kaki bila duduk.
Rasional : pembentukan edema, nutrisi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi lama merupakan stressor yang mempengaruhi intregitas kulit.
5. Kaji TTV terutama tekanan darah.
Rasional : hipertensi menunjukkan kelebihan natrium, serta dapat menunjukkan terjadinya kongesti paru, gagal jantung.
6. Pertahankan asupan cairan, pembatasan asupan natrium sesuai indikasi.
Rasional : asupan narium yang terlalu tinggi memperberat kondisi edema.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, prosedur invasif dan kateterisasi(Doengoes, 2000, hal 622)
Kriteria hasil:
Tak mengalami tanda / gejala infeksi.
Intervensi :
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan perawat.
Rasional : menurunkan resiko kontaminasi silang.
2. Pertahankan prinsip aseptik dalam setiap tindakan keperawatan yang berhubungan dengan area invasive dan kateterisasi.
Rasional : membatasi introduksi bakteri kedalam tubuh.
3. Lakukan perawatan kateter rutin dan perawatan infuse.
Rasional : Meningkatkan rasa nyaman klien serta mencegah kontaminasi bakteri ke tubuh.
4. Kaji intregitas kulit.
Rasional : ekskorisi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder.
5. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : membantu pemilihan pengobatan infeksi paling efektif.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia(Engram, 1999, hal 131)
Kriteria hasil :
Mempertahankan / meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh klien, bebas edema.
Intervensi :
1. Kaji / catat pemasukan diet.
Rasional : membantu dan mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet.
2. Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasional : meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.
3. Tawarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan .
Rasional : meningkatkan nafsu makan .
4. Timbang BB tiap hari.
Rasional : perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.
5. Berikan diet tinggi protein dan rendh garam.
Rasional : memenuhi kebutuhan protein, yang hilang bersama urine.
Mengurangi asupan garam untuk mencegah edema bertambah.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan(Doengoes, 2000, hal 58).
Kriteria hasil :
· Terjadi peningkatan mobilitas.
· Melaporkan perbaikan rasa berenergi.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan klien melakukan aktivitas.
Rasional : sebagai pengkajian awal aktivitas klien.
2. Tingkatkan tirah baring / duduk.
Rasional : meningkatkan istirahat dan keteenangan klien, posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
3. Ubah posisi dengan sering.
Rasional : pembentukan edema, nutrisi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi lama merupakan stressor yang mempengaruhi intregitas kulit.
4. Berikan dorongan untuk beraktivitas secara bertahap.
Rasional : melatih kekuatan otot sedikit demi sedikit.
5. Ajarkan teknik penghematan energi contoh duduk, tidak berdiri.
Rasional : menurunkan kelelahan.
6. Berikan perawatan diri sesuai kebutuhan klien.
Rasional : memenuhi kebutuhan perawatan diri klien selama intoleransi aktivitas.
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan efek diuretik(Swearingen, 2001, hal 77).
Kriteria hasil : Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang, turgor kulit baik, membran mukosa lembab.
Intervensi :
1. Kaji input dan output cairan
Rasional : membantu memperkirakan kebutuhan cairan
2. Pantau Tanda vital
Rasional : perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kadar kehilangan cairan, hipotensi postural menunjukkan penurunan volume sirkulasi
3. Anjurkan tirah baring atau istirahat
Rasional : aktivitas berlebih dapat meningkat kebutuhan akan cairan.
4. Berikan cairan sesuai indikasi
Rasional : penggantian cairan tergantung dari berapa banyaknya cairan yang hilang atau dikeluarkan.
f. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema anasarka(Carpenito, 2001, hal 304)
Kriteria hasil :
· Mempertahankan kulit utuh.
· Menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi :
1. Inspeksi kulit terhadap penebalan, warna, turgor, vaskularisasi.
Rasional : menandakan area sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan pembentukan dekubits
2. Inspeksi area tergantung terhadap edema.
Rasional : jaringan edema cenderung rusak
3. Berikan perawatan kulit.
Rasional : memberikan rasa nyaman dan mencegah terjadi komplikasi kulit.
4. Ubah posisi dengan sering.
Menurunkan tekanan pada edema
5. Pertahankan linen kering.
Menurunklan iritasi dermal.
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas(Doengoes, 2000, hal 642)
Kriteria hasil :
Berpartisipasi pada aktivitas sehari - hari dalam tingkat kemampuan diri.
Intervensi :
1. Tentukan kemampuan klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri.
Rasional : kondisi dasar akan menentukan tingkat kekurangan / kebutuhan.
2. Berikan bantuan dengan aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : memenuhi kebutuhan dengan mendukung partisipasi kemandirian klien
3. Ajarkan teknik penghematan energi, contoh duduk, melakukan tugas secara bertahap.
Rasional : Menghemat energi, menurunkan kelelahan, meningkatkan kemampuan klien untuk melaksanakan tugas.
4. Libatkan keluarga dalam perawatan klien.
Rasional : memandirikan keluarga agar lebih peduli pada pemenuhan kebutuhan klien, menciptakan rasa nyaman klien.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit(Doengoes, 2000, hal 624)
Kriteria hasil :
Menunjukkan respon pemahaman terhadap penyakitnya dan mengetahui bagaimana perawatannya.
Intervensi :
1. Kaji status pendidikan klien.
Rasional : menentukan status awal pengetahuan klien.
2. Kaji pengetahuan klien akan penyakitnya, prognosanya, dietnya dan hal - hal yang perlu dilakukan klien agar memperingan gejala yang muncul.
Rasional : Menentukan sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakit yang dideritanya.
3. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit klien.
Rasional : menentukan pengetahuan keluarga akan penyakit klien.
4. Berikan penyuluhan kesehatan tentang penyakitnya termasuk diet dan perawatannya.
Rasional : memberikan informasi yang actual yang mampu merubah persepsi klien tentang penyakitnya.
BAB III
RESUME KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 41 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Pendidikan : Tamatan SD
Pekerjaan : Petani
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
No. register : 139229
Tanggal masuk : 16 juli 2006
Diagnosa medis : Nefrotik Sindrom
Ruang / kelas : Melati / II
Tanggal pengkajian : 26 juli 2006 jam 08.00 WIB
Alamat : Ds. Kluwih RT. 07 RW. 03 Bandar, Batang
II. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. C
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Petani
Hubungan dengan klien : Istri
Alamat : Ds. Kluwih RT. 07 RW. 03 Bandar, Batang
III. STATUS FUNGSI KESEHATAN
1. Persepsi Kesehatan
- Alasan masuk Rumah Sakit
Klien mengatakan bahwa dirinya sesak napas dan seluruh badannya bengkak sehingga klien memutuskan untuk periksa di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut
- Keluhan utama
Klien merasa seluruh badannya lemas untuk beraktivitas.
- Riwayat penyakit sekarang
Menurut keterangan klien, kurang lebih 5 bulan yang lalu tubuh klien tiba – tiiba membengkak. Daerah yang pertama terlihat bengkak adalah kaki. Setelah dua bulan, bengkak nya menjalar ke daerah muka, genital dan kedua tangan. Selain itu, perutnya makin membesar. Sejak tanggal 12 juli hingga tanggal 15 juli 2006, klien merasakan sesak napas yang diakibatkan oleh perutnya yang membesar. Pada tanggal 16 juli, klien periksa ke Rumah Sakit Batang. Klien masuk IGD RSUD Batang dengan keluhan sesak napas , setelah dilakukan penanganan sementara di IGD, klien langsung dikirim ke Ruang Melati. Keadaan umum waktu masuk ruang melati, kesadaran composmentis. T : 130 / 90 mmHg, N : 72 X permenit, S : 37,8°C, RR : 30 X permenit. Klien masuk ke ruang Melati tanggal 16 Juli 2006 jam 13.30 WIB
Keluhan saat pengkajian hari rabu tanggal 26 juli 2006 jam 08.00 WIB adalah klien mengeluh seluruh tubuhnya terasa lemas, kulit terasa meregang, TD : 110 / 70 mmHg, S : 37 °C, N : 64 x / mnit, RR : 20 X permenit, terpasang infus D5 % 10 tetes / menit di tangan kiri, terpasang DC sudah 10 hari belum diganti, klien mendapat terapi injeksi Cefotaxim 2 x 1 gram, Lasix 2 x 40 mg, albumin fl 100cc/ hari, obat oral : letonal 3 x 100 mg, prednison 3-2-0 atau pagi 3 x 5 mg, siang 2x5 mg.
- Riwayat penyakit dahulu
Klien menuturkan bahwa klien belum pernah menderita penyakit seperti ini, penyakit yang sering diderita oleh klien adalah pusing, meriang dan pegel – pegel.dan klien belum pernah dirawat di Rumah Sakit.
- Riwayat kesehatan keluarga
Menurut keterangan klien, dalm keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit seperti yang diderita klien dan tidak ada yang menderita penyakit menular.
- Riwayat alergi
Klien menuturkan bahwa dirinya tidak mempunyai alergi terhadap makanan, minuman dan obat – obatan.
- Preventif kesehatan – gaya hidup
Menurut keterangan klien, klien mempunyai kebiasaan minum kopi, selain itu klien mempunyai aktivitas yang padat sebagai seorang petani dan klien jarang minum air putih.klien sebelum sakit mempunyai kebiasaan merokok sehari bisa menghabiskan sebungkus rokok.
2. Nutrisi dan Metabolik
- Klien sedang menjalani diet tinggi protein dan diet rendah garam
- Kebiasaan makan :
Sebelum sakit : klien makan 3 xsehari dengan menu nasi, lauk - pauk, sayur dan kadang – kadang buah.klien menuturkan selalu habis 1 porsi
Selama sakit : klien makan 3 x sehari dengan menu nasi, lauk - pauk, sayur, buah yang disediakan oleh Rumah sakit.menu ini menurut data instalasi gizi terdiri dari menu tinggi protein dan rendah garam.klien makan habis 1 porsi.
- Nafsu makan klien baik, klien menghabiskan 1 porsi makanan dengan lahap.
- Kemampuan mengunyah klien baik, dan klien tidak mengalami gangguan menelan.
- Asupan cairan didapat dari infus D5% 10 tts/mnit dan klien mengatakan minum air putih maksimal 3 gelas sehari ( gelas belimbing @ 200ml ).saat pengkajian klien baru minum satu gelas
- Status nutrisi
· Penampilan umum : gemuk karena ada edema
· Rambut : pirang, hitam, bersih
· Kulit : turgor kulit jelek, klien mengatakan kulit terasa meregang.
3. Pola Eliminasi
- Bak
· Sebelum sakit : klien mengatakan kalau bak sakit, frekuensi 4 x sehari warna kuning jernih
· Selama sakit : saat pengkajian, klien terpasang DC jumlah urine 500 ml selama 2 jam. DC sudah 10 hari terpasang.
- Bab
· Sebelum sakit : klien Bab 1 x sehari, konsistensi lunak warna kuning.
· Selama sakit : klien bab 2 hari sekali, saat pengkajian klien bab baru 1 x, warna kuning konsistensi lunak.
4. Pola Aktivitas
- keadaan umum : sedang, klien mengatakan lemas, dalam beraktivitas klien dibantu oleh keluarga.
- Mobilisasi
Klien belum bisa melakukan aktivitas sambil berdiri. Klien bisa duduk, tapi kalau duduk klien menjadi sesak napas sehingga klien lenih memilih untuk berbaring di tempat tidur.
- Pernapasan
RR 20 x / menit, tidak terdapat wheezing dan ronchi.
- Kesadaran : composmentis
- Kebutuhan personal hygiene dibantu keluarga.
5. Kebutuhan Istirahat Tidur
Kebiasaan tidur selama sakit : klien mengatakan tidur malam pukul 21.00 WIB dan Bangun Pukul 05.00WIB, saat siang klien lebih sering tidur dikarenakan tubuhnya lemas.
Klien menuturkan tidak mengalami kesulitan tidur
6. Persepsi / Kognitif
- Klien dapat melihat dengan baik, klien mampu menyebutkan jenis benda yang ditunjuk oleh perawat serta klien mampu melihat dengan jelas tulisan dari jarak kurang lebih 25 cm
- Indra perasa klien juga berfungsi baik, klien dapat mengecap rasa asin, manis dan pahit.
- Klien mengatakan kurang tahu tentangpenyakit yang dideritanya
- Klien sering bertanya - tanya kepada perawat tentang penyakit yang diideritanya.
- Klien tidak mampu menjawab pertanyaan perawat berkaitan dengan penyakitnya
7. Persepsi Diri dan Konsep Diri
- body image : klien tidak merasa malu dengan kondisi tubuhnya
- identitas diri : klien mampu mengenali dirinya dengan baik.
- Harga diri : klien tidak merasa rendah diri dengan penyakit yang dideritanya.
- Ideal diri : klien selalu berharap agar bisa sembuh dari penyakitnya.
- Peran diri : peran klien sebagai seorang suami dan ayah dari kedau anaknya terganggu dikarenakan proses hospitalisasi.
8. Pola Hubungan Sosial
orang terdekat klien adalah istrinya yang selalu merawatnya dan memperhatikan dirinya. Klien tidak mengalami gangguan komunikasi dengan orang lain dank lien mudah diajak komunikasi oleh perawat dan klien yang lain.
9. Pola Seksual Reproduksi
klien adalah seorang laki – laki, suami dari istrinya dan ayah dari kedua anaknya.selama sakit klien tidak bisa melakukan aktivitas seks dengan istrinya.klien menuturkan tidak mempunyai penyakit yang berhubungan dengan seks.
10. Mekanisme Koping
Klien mengatakan bahwa dirinya pasrah dengan apa yang menimpanya, klien mengatakan akan sabar dalam menghadapi penyakitnya ini. Bila ada masalah, klien selalu membicarakannya dengan istrinya.
11. Pola Spiritual
Klien adalah seorang muslim, klien menyadari bahwa penyakitnya adalah ujian dari Allah SWT. Klien selalu berdo’a agar penyakitnya cepat sembuh. Selama sakit, klien tidak bisa melaksanakan sholat.
IV. Pemeriksaan fisik , laboratorium, pemeriksaan penunjang, terapi
1. pemeriksaan fisik
- tanda vital : TD : 110 /70 mmHg N : 64 x/mnit
S: 37°C RR : 20 x/mnit
- inspeksi
· rambut : pendek, warna hitam, bersih, tak rapi
· wajah : simetris, edema, tampak lesu
· mata : sklera ikterik, konjungtiva anemis
· hidung : bersih, tidak ada polip
· mulut : gigi kuning, kotor, ada caries gigi
· telinga : tidak ada OMA, tidak ada serumen
· leher : tidak nampak pembesaran kelenjar tiroid
· dada : pergerakan dada simetris
· abdomen : ada asites/ perut membesar.
· Genetalia : ada edema, terpasang DC, DC kotor
· Tangan : terpasang infuse D5% pada tangan kiri
edema pada kedua tangan, kasa pembungkus infuse kotor.
· Kaki : edema pada kedua kaki.
· Kulit : warna sawo matang, meregang
- Palpasi
· Kepala : tidak ada benjolan
· Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid
· Abdomen : kulit kencang, turgor jelek
- Perkusi
Abdomen : suara pekak
- Auskultasi
· Bunyi napas normal, tidak ada wheezing dan ronchi, RR 20 x /menit.
· Terdengar bising usus.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tanggal 17 juli 2006
tabel 1
Pemeriksaan | Hasil | Satuan | Nilai normal |
Hb Leukosit LED I LED II Hitung jenis Eosinofil pemeriksaan | 10,5 8700 137 157 0 hasil | gr/ 100mL /mm³ mm/jam mm/jam % satuan | 13 – 16 gr /mL 4500 – 10.500 s/d 10 s/d 10 1-3 Nilai normal |
Basofil Batang Segmen Limposit Monosit Eritrosit Haematrokit Trombosit MCV MCH MCHC | 0 0 90 10 0 3.730.000 32,7 381.000 87,6 28,2 32,2 | % % % % % /mm³ % /mm³ Fl Pikogram % | 0-1 2-6 50-70 20-40 2-8 4,5 jt s/d 5,5 jt 40-48 150rb s/d 450rb 82-92 27-31 332-36 |
Pemeriksaan laboratorium tanggal 21 juli 2006
Pemeriksaan | Hasil | Satuan | Nilai normal |
Total protein Albumin Globulin | 3,9 2,1 1,8 | gr/ 100mL gr/ 100mL gr/ 100mL | 6,6 s/d 8,7 3,8 s/d 5,1 |
3. Pemeriksaan Roentgen
hasil pembacaan roentgen tanggal 18 juli 2006 adalah sebagai berikut:
· hepatomegali dengan asites
· kronic renal disease bilateral
4. Terapi tanggal 26 juli 2006
· infuse D5% 10 tetes permenit
· injeksi Cefotaxim 2 x 1 gram
· injeksi Lasix 2 x 40 mg
· Albumin fl 100cc/ hari
· Obat oral : Letonal 3 x 100 mg, Prednison 3-2-0 atau pagi 3 x 5 mg, siang 2x5 mg.
B. PENGELOMPOKAN DATA
I. Data Subyektif
1. Klien mengatakan kulit terasa meregang
2. Klien mengatakan tidak nyaman pada derah infus.
3. Klien mengatakan tubuhnya lemas
4. Klien mengatakan tidak merasa haus
5. Klien mengatakan minum satu gelas ( 200 ml ) air pada pagi hari
6. Klien mengatakan mulut terasa asam
7. Klien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang dideritanya
8. Klien mengatakan kateter sudah 10 hari tidak diganti.
II. Data Obyektif
1. TD : 110 / 70 mmHg, S : 37 °C, N : 64 x / mnit, RR : 20 X permenit
2. Kaki, tangan, wajah dan genitalia oedema
3. Perut membesar
4. Hitung albumin 2, 1 gr/100mL
5. Penampilan umum gemuk akibat edema
6. Terpasang infus D5% 10 tetes / menit di tangan kiri
7. Kasa pembungkus infus kotor.
8. Terpasang DC, kotor.
9. Aktivitas dibantu keluarga
10. Aktivitas terbatas hanya duduk dan berbaring.
11. Wajah tampak lesu
12. Konjungtiva anemis
13. Sklera ikterik
14. Jumlah urine tampung 500ml selam 2 jam.
15. Klien mendapat pengobatan lasix 2 x 40 mg
16. Mulut dan gigi kotor
17. Klien sering bertanya tentang penyakitnya pada perawat
18. Klien tidak bisa menjawab pertanyaan berkaitan dengan penyakitnya
III. Analisa Data
tabel 2
No | Data | Problem | Penyebab |
1 2. No | DS : - klien mengatakan dipasang kateter sudah 10 hari belum diganti - klien mengatakan tidak nyaman pada derah infus. DO : - terpasang DC, kotor. - kasa pembungkus infus kotor. - hitung albumin 2,1 gr /100mL DS : klien mengatakan kulit terasa meregang DO : - kaki, tangan, wajah dan genitalia oedema - perut membesar - urine tampung 500 mL selama 2 jam. - hitung albumin 2, 1 gr/100mL - penampilan umum gemuk akibat edema Data | Resiko terjadi infeksi Kelebihan volume cairan Masalah | Penurunan respon imun, prosedur invasive dan kateterisasi Mekanisme regulator ginjal dengan retensi air dan natrium Penyebab |
3. 4 No 5. . | DS : Klien mengatakan tubuhnya lemas DO : - aktivitas dibantu keluarga - aktivitas terbatas hanya duduk dan berbaring. - wajah tampak lesu - konjungtiva anemis - TD : 110 / 70 mmHg, S : 37 °C, N : 64 x / mnit, RR : 20 X permenit DS : - klien mengatakan mulut terasa asam - klien mengatakan tubuhnya lemas. DO : - muluit kotor - gigi kotor - aktivitas dibantu keluarga Data DS : - klien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang dideritanya DO :- klien sering bertanya tentang penyakitnya pada perawat - klien tidak bisa menjawab pertanyaan berkaitan dengan penyakitnya | Intoleransi aktivitas Defisit perawatan diri Masalah Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan perawatannya | Kelemahan fisik Kelemahan fisik Penyebab Kurangnya informasi yang akurat |
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko terjadi infeksi behubungan dengan penurunan respon imun, prosedur invasive dan kateterisasi ditandai dengan :
DS : - klien mengatakan dipasang kateter sudah 10 hari belum ganti
- klien mengatakan tidak nyaman pada derah infus.
DO : - terpasang DC, kotor.
- kasa pembungkus infus kotor.
- hitung albumin 2,1 gr /100mL
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Mekanisme regulator ginjal dengan retensi air dan natrium ditandai dengan :
DS : - klien mengatakan kulit terasa meregang
DO : - kaki, tangan, wajah dan genitalia oedema
- perut membesar
- urine tampung 500 mL selaa 2 jam.
- hitung albumin 2, 1 gr/100mL
- penampilan umum gemuk akibat edema
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan :
DS : Klien mengatakan tubuhnya lemas
DO : - aktivitas dibantu keluarga
- aktivitas terbatas hanya duduk dan berbaring.
- wajah tampak lesu
- TD : 110 / 70 mmHg, S : 37 °C, N : 64 x / mnit, RR : 20 X permenit
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan :
DS : - klien mengatakan mulut terasa asam
- klien mengatakan tubuhnya lemas.
DO : - mulut kotor
- gigi kotor
- aktivitas dibantu keluarga
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit dan perawatannya berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai dengan :
DS : - klien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang dideritanya
DO : - klien sering bertanya tentang penyakitnya pada perawat
- klien tidak bisa menjawab pertanyaan tentang penyakitnya
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
tabel 3
No | Hari / tanggal | No. DP | Rencana | Paraf | ||
Tujuan | Tindakan | |||||
1 2. | Rabu, 26 juli 2006 Rabu, 26 juli 2006 | 1 2 | Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak muncul tanda - tanda infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama | 1. kaji KU klien 2. observasi TTV 3. kaji daerah pemasangan infus dan kateter 4. pertahankan prinsip aseptic dalam prosedur keperawatn 5. lakukan perawatan infus dan kateter secara rutin 6. kolaborasi pemberian antibiotik. 1. pantau keluaran urin, catat jumlah | | |
No | Hari / tanggal | No. DP | Rencana | Paraf | ||
Tujuan | Tindakan | |||||
3. | Rabu, 26 juli 2006 | 3 | 2 x 24 jam diharapkan kelebihan cairan dapat berkurang dengan kriteria : - edema berkurang - hitung albumin meningkat ke angka normal 3,8 gr / 100 mL Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan terjadi | dan warna 2. pantau / hitung asupan cairan dan keluaran cairan selama 24 jam 3. pertahankan tirah baring selama fase akut 4. pertahankan cairan / pembatasan natrium sesuai indikasi 5. kolaborasi pemberian obat diuretik. 1. kaji respon klien terhadap aktivitas 2. anjurkan tirah baring | | |
No | Hari / tanggal | No. DP | Rencana | Paraf | ||
Tujuan | Tindakan | |||||
4 | Rabu, 26 juli 2006 | 4 | Peningkatan kemampuan aktivitas klien ditandai dengan : - tidak tampak ekspresi lesu dan lemas - TTV dalam batas normal - klien mampu beraktivitas secara mandiri Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan klien mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene | 3. berikan dorongan untuk beraktivitas secara bertahap berikan bantuan perawatan diri sesuai kebutuhan klien 4. libatkan keluarga dalam perawatan. 1. Tentukan kemampuan klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri | | |
No | Hari / tanggal | No. DP | Rencana | Paraf | ||
Tujuan | Tindakan | |||||
5 | Rabu, 26 juli 2006 | 5 | dengan optimal dengan kriteria ; - klien mampu beraktivitas mandiri - klien merasa nyaman Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan klien mengetahui tentang penyakitnya | 2. Berikan bantuan dengan aktivitas perawatan diri yang diperlukan. 3. Ajarkan teknik penghematan energi, contoh duduk, melakukan tugas secara bertahap. 4. libatkan keluarga dalam perawatan 1. Kaji status pendidikan klien. 2. Kaji pengetahuan klien akan penyakitnya, prognosanya, dan hal - hal yang perlu | | |
No | Hari / tanggal | No. DP | Rencana | Paraf | ||
Tujuan | Tindakan | |||||
| | | dengan kriteria : - klien mengerti jika ditanya tentang penyakitnya - klien mampu merubah persepsinya tentang penyakitnya | dilakukan klien agar memperingan gejala yang muncul. 3. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit klien. 4. Berikan penyuluhan kesehatan tentang penyakitnya termasuk diet dan perawatannya. | | |
ÿÿÿÿÿÿllÿÿÿÿ0ÿvmrgÿÿlvertalcÿÿbrÿÿs
E. IMPLEMENTASI
tabel 4. Implementasi Hari I
No | Hari/Tanggal | Jam | No. DP | Implementasi | Respon klien | paraf |
1 | Rabu 26 juli 2006 | 08.00 | 1,2 | ¬mengkaji KU klien | ¬ KU sedang | |
| | | | ¬ mengobservasi TTV | ¬ TD : 110/70 mmHg, S : 37°C, N :64x/mnt, RR :20x/mnt | |
| Rabu 26 juli 2006 | 08.30 | 1 | ¬ Mengkaji aktivitas klien | ¬ klien mengatakan tubuhnya lemas | |
| Rabu 26 juli 2006 | 09.00 | 2,2 | ¬ memantau keluaran urin | ¬ urine tampung 500 mL dari jam 07.00 WIB | |
| | | | ¬ mengkaji input dan output cairan | ¬ klien minum 1 gelas air putih(200mL) ¬ infus D5%10 tpm | |
| Rabu 26 juli 2006 | 09.10 | 2,3, | ¬ Menganjurkan klien untuk istirahat | ¬ klien mengikuti anjuran dengan berbaring | |
No | Hari/Tanggal | Jam | No. DP | Implementasi | Respon klien | paraf |
| Rabu 26 juli 2006 | 09.30 | 1 | ¬ Melakukan perawatan infus | ¬ Infus bersih ¬ Klien mengtakan tidak nyeri pada daerah tusukan. | |
| Rabu 26 juli 2006 | 10.00 | 5 | ¬ Mengkaji kemampuan klien dalam pemenuhan personal hygiene | ¬ klien belum mampu melakukan gosok gigi sendiri | |
| Rabu 26 juli 2006 | 10.30 | 5 | ¬ Memberikan oral hygiene | ¬ klien mengatakan mulutnya sudah tidak asam dan nafas segar. | |
| Rabu 26 juli 2006 | 10.45 | 5 | ¬ mengajarkan teknik penghematan energi ( maka, minum sambil duduk ) | ¬klien paham ¬ klien mengikuti instruksi untuk makan sambil duduk | |
No | Hari/Tanggal | Jam | No. DP | Implementasi | Respon klien | paraf |
| | | 3 | ¬ menganjurkan aktivitas secara bertahap | ¬ klien mengikuti anjuran, klien bisa duduk lama | |
| Rabu 26 juli 2006 | 11.30 | 2 | ¬ memantau keluaran urine | ¬ urine tampung 100 mL sejak jam 09.00 WIB | |
| Rabu 26 juli 2006 | 11.35 | 1 | ¬ mengganti kateter | ¬ kateter bersih ¬ klien mengatakan tidak nyeri pada daerah kateter. | |
| Rabu 26 juli 2006 | 12.00 | 1,2,3 | ¬ mengukur TTV | ¬ TD : 130/90 mmHg, S : 36,5°C, N : 84x/mnt, RR : 20x/mnt | |
| Rabu 26 juli 2006 | 12.30 | 1 | ¬ memberikan injeksi cefotaxim 1 gram | ¬ klien bersedia diinjeksi ¬ tidak terjadi syok obat masuk | |
No | Hari/Tanggal | Jam | No. DP | Implementasi | Respon klien | paraf |
| | | 2 | ¬ memberikan injeksi Lasix 40 mg | ¬ klien bersedia diinjeksi ¬ tidak terjadi syok ¬ obat masuk | |
| Rabu 26 juli 2006 | 12.40 | 1 | ¬ memberikan obat oral : ¬ Letonal 1 x100mg ¬ Prednisone2x5mg | ¬ klien meminum obat | |
| Rabu 26 juli 2006 | 13.00 | 6 | ¬ melakukan kontrak untuk memberikan penkes tentang Sindrom Nefrotik | ¬ klien dan keluarga menyetujui kontrak | |
| Rabu 26 juli 2006 | 14.15 | 2,3 | ¬ Menganjurkan klien istirahat | ¬klien beristirahat | |
| Rabu 26 juli 2006 | 16.00 | 1,3 | ¬ membatasi pengunjung | ¬ pengunjung masuk bergantian | |
| Rabu 26 juli 2006 | 16.30 | 5 | ¬ menganjurkan keluarga untuk membantu klien gosok gigi | ¬ keluarga mengatakan akan menggosk gigi klien pagi dan sore. | |
No | Hari/Tanggal | Jam | No. DP | Implementasi | Respon klien | paraf |
| Rabu 26 juli 2006 | 17.00 | 1,2,3, | ¬ mengukur TTV | ¬ TD : 130/80mmHg, S 37,2°C, N : 80x/mnt, RR : 20x/mnt | |
| | | 2 | ¬ Menghitung urine tampung | ¬ Urine tampung 300 mL sejak jam 11.30 WIB | |
| Rabu 26 juli 2006 | 19.30 | 3 | ¬ mengkaji aktivitas klien | ¬ klien masih lemas | |
| Rabu 26 juli 2006 | 20.00 | 2, | ¬ mengkaji input dan output cairan | ¬ infus D5% 10 tpm ¬ urin tampung 150 mL sejak jam 1.00 WIB | |
| Rabu 26 juli 2006 | 21.30 | 1,2,3, | ¬ menganjurkan klien untuk istirahat | ¬ klien mengikuti anjuran dengan beristirahat | |
| Rabu 26 juli 2006 | 24.00 | 1 | ¬ memberikan injeksi cefotaxim 1 gram | ¬ obat masuk, tidak terjadi flebitis | |
No | Hari/Tanggal | Jam | No. DP | Implementasi | Respon klien | paraf |
| | | 2 | ¬ memberikan injeksi Lasix 40 mg | ¬ obat masuk, tidak terjadi flebitis | |
| Kamis, 27 juli 2006 | 06.00 | 2 | ¬ mengkaji input dan output cairan | ¬ urine tampung 600 mL sejak jam 21.00 WIB ¬ klien minum 2 gelas air dari jam 14.00 WIB. | |
| | | 1,2,3 | ¬ mengukur TTV | ¬ TD : 130/90 mmHg ¬ S : 37°C ¬ N : 86x/mnt ¬ RR : 20x/mnt | |
F. EVALUASI KEPERAWATAN
Tabel 5. Evaluasi keperawatan hari I
No | Hari/Tanggal | Jam | No DP | Catatan perkembangan | paraf | ||
1 | Rabu 26 juli 2006 | 13.00 | 1 | S : Klien mengatakan merasa nyaman dengan penggantian kateter dan kassa infus O : - tidak muncul tanda - tanda infeksi (panas, bengkak, nyeri, kemerahan dan fungsiolaesa) - infus bersih - kateter bersih - klien mendapat injeksi cefotaxim 1 gram A : resiko infeksi masih ada P : lakukan perawatan infus dan kateter | | ||
| Rabu 26 juli 2006 | 13.00 | 2 | S : klien mengatakan kulitnya masih terasa meregang, perut sebah O : kaki, tangan, wajah serta genital masih edema - urin tampung 700mL selama 5jam A : masalah belum teratasi | | ||
No | Hari/Tanggal | Jam | No DP | Catatan perkembangan | paraf | ||
| | | | P : lanjutkan intervensi : 1. pantau keluaran cairan, catat jumlahdan warna. 2. pantau / hitung asupan cairan dan keluaran cairan selama 24 jam 3. pertahankan tirah baring selama fase akut 4. kolaborasi pemberian diuretik | | ||
| Rabu 26 juli 2006 | 13.00 | 3 | S : klien mengatakan masih lemas O : - wajah klien tampak lesu - TD : 130/90mmHg - S : 36,5°C - N : 84x/mnt - RR : 20x/mnt. A : masalah belum teratasi P : lanjutkan intervensi : 1. kaji aktivitas klien 2. anjurkan tirah baring 3. anjurkan aktivitas bertahap | | ||
No | Hari/Tanggal | Jam | No DP | Catatan perkembangan | paraf | ||
| | | | 4. libatkan keluarga dalam perawatan | | ||
| Rabu 26 juli 2006 | 13.00 | 4 | S : - klien merasa nyaman - klien masih lemas O : - aktivitas masih dibantu. - mulut bersih - klien belum mandiri A : masalah teratasi sebagian P : lanjutkan intervensi : 1. Kaji aktivitas personal hygiene 2. Berikan bantuan dengan aktivitas perawatan diri yang diperlukan. 3. Ajarkan teknik penghematan energi, contoh duduk, melakukan tugas secara bertahap. 4. libatkan keluarga dalam perawatan | | ||
| | | | | | ||
No | Hari/Tanggal | Jam | No DP | Catatan perkembangan | paraf |
| Rabu 26 juli 2006 | 13.00 | 5 | S : klien dan keluarga menyetujiu kontrak penkes O : klien masih bingung tentang penyakitnya. A : masalah belum teratasi P : lanjutkan intervensi penyuluhan kesehatan tentang sindrom nefrotik | |
Tabel 6. Evaluasi hari II
No | Hari/Tanggal | Jam | No DP | Catatan perkembangan | paraf |
1 | kamis 27 juli 2006 | 07.00 | 1 | S :Klien mengatakan merasa nyaman dengan penggantian kateter dan kassa infus O :- tidak muncul tanda - tanda infeksi (panas, bengkak, nyeri, kemerahan dan fungsiolaesa) - infus bersih - kateter bersih - klien mendapat injeksi cefotaxim 1 gram pada jam 24.00 WIB A : resiko infeksi masih ada P : lanjutkan intervensi: ¬ lakukan perawatan infus dan kateter ¬ kolaborasi pemberian antibiotik | |
2 | kamis 27 juli 2006 | 07.00 | 2 | S : klien mengatakan kulitnya masih terasa meregang, perut sebah O : - kaki, tangan, wajah dan genital masih edema - urine tampung 600 mL sejak jam | |
No | Hari/Tanggal | Jam | No DP | Catatan perkembangan | paraf |
| | | | 21.00 WIB A : masalah belum teratasi | |
| | | | P : lanjutkan intervensi : 1. pantau keluaran cairan, catat jumlahdan warna. 2. pantau / hitung asupan cairan dan keluaran cairan selama 24 jam 3. pertahankan tirah baring selama fase akut 4. kolaborasi pemberian diuretik | |
| kamis 27 juli 2006 | 07.00 | 3 | S : - klien mengatakan masih lemas - klien mengatakan sering ngantuk O :- wajah klien tampak lesu - TD : 130/90mmHg - S : 37°C - N : 86x/mnt - RR : 20x/mnt. A : masalah belum teratasi P : lanjutkan intervensi : kaji aktivitas klien | |
No | Hari/Tanggal | Jam | No DP | Catatan perkembangan | paraf |
| | | | 1. Anjurkan tirah baring 2. Anjurkan aktivitas bertahap 3. Libatkan keluarga dalam perawatan 4. | |
| kamis 27 juli 2006 | 07.00 | 4 | S : - klien merasa nyaman - klien masih lemas O : - aktivitas masih dibantu. - mulut bersih - klien belum mandiri A : masalah teratasi sebagian | |
| | | | P : lanjutkan intervensi : 1. kaji aktivitas personal hygiene 2. Berikan bantuan dengan aktivitas perawatan diri yang diperlukan. 3. Ajarkan teknik penghematan energi, contoh duduk, melakukan tugas secara bertahap. libatkan keluarga | |
No | Hari/Tanggal | Jam | No DP | Catatan perkembangan | paraf |
| kamis 27 juli 2006 | 07.00 | 5 | S : - klien menanyakan tentang penkesnya akan dilaksanakan kapan. O : - klien masih bingung tentang penyakitnya. A : masalah belum teratasi P : lanjutkan intervensi penyuluhan kesehatan tentang sindrom nefrotik | |
Tabel 7. Implementasi keperawatan hari II
No | Hari/Tanggal | Jam | No. DP | Jenis tindakan | Respon klien | paraf | |
1 | Kamis 27 juli 2006 | 07.00 | | ¬ Mengukur TTV | ¬ TD:130/90mmHg, S : 37°C, N : 86x/mnt, RR : 20x/mnt | | |
| kamis 27 juli 2006 | 07.15 | 2 | ¬ merapikan linen | ¬ linen bersih ¬ klien mengatakan spreinya tidak gatal. | | |
| kamis 27 juli 2006 | 07.30 | 2,4 | ¬ mencatat keluaran urine | ¬ urin tampung 600 mL sejak jam 21.00 WIB | | |
| | | 2,3,4 | ¬ mempertahankan tirah baring | ¬ klien berisirahat | | |
| kamis 27 juli 2006 | 08.00 | 1 | ¬ merawat infus dan kateter | ¬ Infus bersih ¬ Klien mengtakan tidak nyeri pada daerah tusukan | | |
| kamis 27 juli 2006 | 09.00 | 2 | ¬ memotong kuku klien | ¬ kuku bersih | | |
| | | 2 | ¬ memberikan oral hygiene | ¬ klien mengatakan mulutnya segar | | |
No | Hari/Tanggal | Jam | No DP | Jenis tindakan | Respon klien | paraf | |
| kamis 27 juli 2006 | 10.00 | 6 | ¬ memperjelas kontrak penyuluhan kesehatan | ¬ klien bersedia untuk mengikuti penyuluhan kesehatan. | | |
| kamis 27 juli 2006 | 10.30 | 6 | ¬ memberikan penyuluhan kesehatan tentang sindrom nefrotik | ¬ klien memperhatikan dan klien bertanya tentang kondisi penyakitnya ¬ klien bisa menjawab pertanyaan | | |
| kamis 27 juli 2006 | 11.30 | | ¬ mengukur TTV | ¬ TD : 160/100 mmHg ¬ S : 36,2°C ¬ N : 88x/mnt ¬ RR: 24x/mnt | | |
| kamis 27 juli 2006 | 12.00 | 1,2 | ¬ memberikan injeksi cefotaxim 1 gram ¬ memberikan injeksi Lasix 40 mg | ¬ klien bersedia diinjeksi ¬ tidak terjadi flebitis ¬ obat masuk ¬ tidak terjadi syok | | |
Tabel 8. Evaluasi keperawatan hari II
No | Hari/Tanggal | Jam | No DP | Catatan perkembangan | paraf | ||
1 | kamis 27 juli 2006 | 13.00 | 1 | S : Klien mengatakan merasa nyaman dengan penggantian kateter dan kassa infus O : - tidak muncul tanda - tanda infeksi (panas, bengkak, nyeri, kemerahan dan fungsiolaesa) - infus bersih - kateter bersih - klien mendapat injeksi cefotaxim 1 gram pada jam 12.00 WIB A : resiko infeksi masih ada P : lanjutkan intervensi : ¬ lakukan perawata kateter dan infus ¬ kolaborasi pemberian atibiotik | | ||
| kamis 27 juli 2006 | 13.00 | 2 | S : klien mengatakan kulitnya masih terasa meregang, perut sebah O : - kaki, tangan, wajah serta genital masih edema - urine tampung 600 mL sejak jam 07.30 WIB A : masalah belum teratasi P : lanjutkan intervensi : 1. pantau keluaran cairan, catat jumlahdan warna. 2. pantau / hitung asupan cairan dan keluaran cairan selama 24 jam 3. pertahankan tirah baring selama fase akut 4. kolaborasi pemberian diuretik | | ||
| kamis 27 juli 2006 | 13.00 | 3 | S : - klien mengatakan masih lemas - klien mengatakan sering ngantuk O :- wajah klien tampak lesu - TD : 160/100mmHg - S : 36,2°C - N : 88x/mnt - RR : 24x/mnt. A : masalah belum teratasi P : lanjutkan intervensi : 1. kaji aktivitas klien 2. anjurkan tirah baring 3. anjurkan aktivitas bertahap | | ||
No | Hari/Tanggal | Jam | No DP | Catatan perkembangan | paraf | ||
| | | | 4. libatkan keluarga dalam perawatan | | ||
| kamis 27 juli 2006 | 13.00 | 4 | S : - klien merasa nyaman - klien masih lemas O : - aktivitas berat masih dibantu. - mulut bersih - klien mampu menyikat gigi sendiri A : masalah teratasi P : pertahankan kondisi | | ||
| kamis 27 juli 2006 | 13.00 | 5 | S : klien menyatakan paham dengan apa yang disampaikan oleh penulis O :klien menjawab pertanyaan yang diajukan. A : masalah teratasi P : pertahankan kondisi | | ||
BAB IV
PEMBAHASAN
Di dalam pembahasan ini, penulis akan membandingkan antara tinjauan teori dengan tinjauan kasus. Penulis akan membahasa perbandingan proses keperawatan yang tertulis di tinjauan teori dengan proses keperawatan yang penulis terapkan pada Tn. A.
A. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada Tn. A dengan nefrotik sindrom di ruang Melati BRSUD BAtang, penulis menggunakan metode pendekatan pengkajian pola fungsional Gordon di modifikasi, pola ini dapat mencakup seluruh aspek yang harus dikaji yaitu bio - psiko - sosio - spiritual dan kultural yang di dalamnya dapat membantu penulis dalam memperoleh data fokus yang menunjang pada kasus Nefrotik sindrom.
Dari pengkajian pada kasus ini, penulis mendapat data yang sesuai dengan manifestasi klinik klien Nefrotik Sindrom, yaitu adanya hipoalbuminemia, kadar protein yang rendah, dan edema anasarka.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 21 juli 2006, didapatkan data Total protein 3.9 gr/100 mL, Albumin 2.1 gr/100 mL dan edema anasarka. Hal ini mengindikasikan bahwa ada kesesuaian antara tinjauan teori dengan data hasil pengkajian dari Tn. A.
B. Diagnosa keperawatan
Pada tinjauan teori yang telah penulis kemukakan, diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan nefrotik sindrom yaitu :
- Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulator ginjal dengan retensi air dan natrium.
- Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, prosedur invasif dan kateterisasi.
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan .
- Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan efek diuretik.
- Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema anasarka.
- Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
- Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit.
Sedangkan diagnosa yang muncul pada tinjauan kasus adalah sebagai berikut :
1. Resiko terjadi infeksi behubungan dengan penurunan respon imun, prosedur invasive dan kateterisasi.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulator ginjal dengan retensi air dan natrium.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit dan perawatannya berhubungan dengan kurangnya informasi.
Diagnosa yang muncul pada tinjauan teori tetapi tidak muncul pada tinjauan kasus adalah :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema anasarka.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan efek diuretik.
Alasan munculnya diagnosa keperawatan tersebut dalam kasus nefrotik sindrom pada Tn. A adalah sebagai berikut.
1. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan penurunan respon imun, prosedur invasif dan kateterisasi
Resiko terhadap infeksi adalah keadaan dimana seorang individu beresiko terserang oleh agen patogenik atau oportunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa), dari sumber - sumber eksternal, sumber - sumber endogen ataupun eksogen (Carpenito, 2000, hal 533)
Resiko terhadap infeksi menggambarkan suatu situasi bila pertahanan penjamu lemah (respon imunitas menurun), akan membuat penjamu mudah terserang oleh agen patogenik yang ada di lingkungan.
Diagnosa resikoterjadi infeksi diangkat karena ditemukan data :
DS : - klien mengatakan dipasang kateter sudah 10 hari belum ganti
- klien mengatakan tidak nyaman pada derah infus.
DO : - terpasang DC, kotor.
- kasa pembungkus infus kotor.
- hitung albumin 2,1 gr /100mL
Alasan diagnosa resiko tinggi infeksi dijadikan prioritas diagnosa pertama adalah karena apabila kondisi ini tidak segera ditangani dengan cermat, akan timbul infeksi yang akan memperburuk kondisi klien, dan akan muncul komplikasi yang akan mempersulit proses penyembuhan.
Komplikasi yang bisa muncul pada klien dengan sindrom nefrotik adalah infeksi sekunder terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptococcus, Staphylococcus, bronkopneumonia dan tuberculosis (Ngastiyah, 1997, hal 305).
Tujuan yang ingin dicapai setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam adalah diharapkan tidak terjadi infeksi pada Tn. A. adapun tanda - tanda infeksi adalah kolor (panas), rubor (kemerahan), dolor (nyeri), tumor (bengkak), fungsiolaesa (kerusakan fungsi). Intervensinya antara lain :
a. kaji KU klien
Rasional : deteksi dini infeksi memungkinkan penanganan yang cepat untuk meminimalkan keseriusan infeksi
b. observasi TTV
rasional : peningkatan tanda - tanda vital, terutama peningkatan suhu tubuh dapat menunjukkan adanya proses infeksi.
c. kaji daerah pemasangan infus dan kateter
rasional : adanya rubor, dolor dan tumor menunjukkan adanya infeksi.
d. pertahankan prinsip aseptik dalam prosedur keperawatan.
Rasional : untuk meminilkan kontaminasi dan introduksi bakteri ke tubh yang dapat memperberat keadaan, sehingga terjadi infeksi
e. lakukan perawatan infus dan kateter secara rutin
Rasional : menjaga agar infus dan kateter tetap bersih, mencegah terhadap komplikasi selanjutnya dan meningkatkan rasa nyaman.
f. kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : untuk menurunkan laju penyebaran dan pertumbuhan jumlah bakteri dalam tubuh.
Implementasi :
Implementasi dilakukan tanggal 26 sampai 27 juli 2006.
Implementasi yang dilakukan meliputi : mengobservasi keadaan umum dan tanda - tanda vital, melakukan perawatan infus, mengganti selang kateter, menggunakan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan tindakan dan memberikan antibiotik.
Kekuatan dari implementasi yang sudah dilaksanakan adalah sikap klien yang mau diajak bekerjasama dalam pelaksanaan intervensi demi kesembuhannya dengan menyetujui tindakan yang akan dilakukan kepada klien dan menerima saran yan dianjurkan.
Kelemahannya adalah keterbatasan jumlah alat yang digunakan dalam pelaksanaan tindakan dan kesterilan alat yang belum sepenuhnya terjamin.
Evaluasi akhir dilakukan pada tanggal 27 juli 2006 yaitu tidak tampak tanda - tanda infeksi (rubor, color, dolor, tumor, fungsiolaesa). Walaupun tanda – tanda infeksi tidak muncul, tetapi resiko infeksi mashi ada/ dapat terjadi dikarenakan masih terpasang infus dan kateter. Sehingga perlu dilakukan perawatan infus dan kateter secara rutin
2. kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulator ginjal dengan retensi air dan natrium.
Kelebihan volume cairan adalah kondisi dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami kelebihan cairan intraseluler atau interstitial(Carpenito, 2000, hal 142).
Diagnosa kelebihan volume cairan diangkat karena ditemukan data :
DS : - klien mengatakan kulit terasa meregang
DO : - kaki, tangan, wajah dan genitalia oedema
- perut membesar
- hitung albumin 2, 1 gr/100mL
- penampilan umum gemuk akibat edema
Diagnosa kelebihan volume cairan menjadi prioritas yang kedua karena dengan adanya kelebihan volume cairan menunjukkan adanya edema. Pada Tn. A terdapat edema anasarka yang dapat menimbulkan komplikasi adanya resiko injuri. Selain itu, kelebihan volume cairan menunjukkan adanya paningkatan angiotensin yang dapat memacu peningkatan tekanan darah. Jadi kalau tidak segera ditangani akan berakibat pada hipertensi akut pada stadium berat. Adanya edema juga akan membatasi aktivitas fisik yang menyebabkan klien pada kondisi intoleransi untuk beraktivitas sehingga dikhawatirkan akan terjadi luka dekubitus.
Tujuan yang ingin dicapai setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam adalah berkurangnya edema anasarka, peningkatan hitung albumin lebih dari 3, 8 gr / 100 mL.
Intervensinya adalah :
a. Pantau keluaran urine, catat jumlah dan warna
Rasional : keluaran urin mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi.
b. Pantau / hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam.
Rasional : terapi diuretik dapat diakibatkan oleh kehilangan cairan tiba - tiba berlebihan meskipun edema masih ada.
c. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d. Pertahankan asupan cairan, pembatasan asupan natrium sesuai indikasi.
Rasional : asupan narium yang terlalu tinggi memperberat kondisi edema.
e. kolaborasi pemberian obat diuretik
Rasional : membantu mengekskresikan natrium dan air dari ginjal.
Implementasi :
Implementasi dilakukan tanggal 26 sampai 27 juli 2006.
Implementasi yang dilakukan untuk mengurangi edema adalah :
Memantau pengeluaran urin, mencatat jumlah dan warna urin, menganjurkan klien untuk banyak istirahat saat fase akut dan memberikan obat diuretik Lasix 2 x 40 mg.
Kekuatan dari implementasi yang sudah dilaksanakan adalah sikap klien dan keluarga yang mau bekerjasama dalam pelaksanaan intervensi. Kelemahannya adalah sulitnya memantau jumlah urin. Kadang keluarga membuang urine tampung tanpa komunikasi dengan perawat.
Evaluasi :
Evaluasi akhir dilakukan tanggal 27 juli 2006, dan didapatkan bahwa edema masih ada dan besar. Jadi masalah ini belum teratasi. Rencana selanjutnya adalah lanjutkan intervensi yang telah disusun.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Intoleransi aktivitas adalah penurunan dalam kapasitas fisiologis seseorang untuk melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang dibutuhkan(Carpenito, 2000, hal 2).
Diagnosa ini ditegakkan sesuai data yang ditemukan dimana selama dirawat klien tidak mampu beraktivitas. Jika beraktivitas klien akan sesak napas. Hal ini dibenarkan oleh keluarga.
Diagnosa intoleransi aktivitas diangkat sebagai prioritas ketiga dikarenakan intoleransi aktivitas ini muncul setelah terjadi edema anasarka pada klien. Jika intoleransi aktivitas ini tidak ditangani, maka klien akan selamanya ketergantungan untuk pemenuhan aktivitasnya.
Tujuan yang ingin dicapai setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam adalah Tn. A mampu beraktivitas secara optimal.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien melakukan aktivitas.
Rasional : sebagai pengkajian awal aktivitas klien.
b. Tingkatkan tirah baring / duduk.
Rasional : meningkatkan istirahat dan keteenangan klien, posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
c. Berikan dorongan untuk beraktivitas secara bertahap.
Rasional : melatih kekuatan otot sedikit demi sedikit.
d. Libatkan keluarga dalam perawatan
Rasional : meningkatkan hubungan saling percaya antara klien dengan keluarga.
Implementasi :
Implementasi dilakukan tanggal 26 sampai 27 juli 2006.
Implementasi yang dilakukan adalah mengkaji aktivitas klien, menganjurkan klien banyak istirahat, memotivasi klien untuk beraktivitas secara bertahap dan melibatkan keluarga dalam perawatan seperti menganjurkan keluarga untuk membersihkan mulut klien dengan rutin.
Kekuatan dari implementasi yang sudah dilaksanakan adalah sikap klien dan keluarga yang mau bekerjasama dalam pelaksanaan intervensi. Kelemahannya adalah tindakan ini harus rutin diberikan selama klien belum mampu beraktivitas secara mandiri sehingga waktu yang dibutuhkan cukup lama atau lebih dari 2 hari.
Evaluasi :
Evaluasi dilakukan pada tanggal 27 juli 2006 dengan kondisi klien belum mampu beraktivitas secara mandiri. Sehingga untuk masalah ini belum bisa teratasi. Rencana selanjutnya adalah melanjutkan intervensi yang telah disusun.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
Kurang perawatan diri adalah keadaan dimana individu mengalami kerusakan fungsi motorik atau fungsi kognitif yang menyebabkan berkurangnya kemampuan melakukan aktivitas perawatan diri(Carpenito, 2000, hal 330).
Diagnosa ini ditegakkan sesuai dengan data yang ditemukan yakni selama perawatan klien jarang melakukan gosok gigi dan klien mengatakan lemas untuk beraktivitas. Data obyektif didapat mulut dan gigi klien kotor dan aktivitas dibantu keluarga.
Defisit perawatan diri penulis angkat sebagai diagnosa kelima karena kebersihan penting untuk kenyamanan dan untuk memudahkan komunikasi dengan orang lain tanpa rasa minder.
Kesehatan yang menyeluruh penting untuk mendukung cepatnya proses penyembuhan. Apabila kurangnya perawatan diri tidak teratasi bisa mengakibatkan rasa tidak nyaman dan dapt menjadi faktor penghambat dalam penyembuhan, serta menurunkan rasa percaya diri.
Tujuan yang ingin dicapai setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam adalah diharapkan Tn. A mampu melakukan aktivitas personal hygiene secara mandiri dab klien merasa nyaman setelah melakukannya.
Intervensi :
a. Tentukan kemampuan klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri.
Rasional : kondisi dasar akan menentukan tingkat kekurangan / kebutuhan.
b. Berikan bantuan dengan aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : memenuhi kebutuhan dengan mendukung partisipasi kemandirian klien.
c. Ajarkan teknik penghematan energi, contoh duduk, melakukan tugas secara bertahap.
Rasional : Menghemat energi, menurunkan kelelahan, meningkatkan kemampuan klien untuk melaksanakan tugas.
d. Libatkan keluarga dalam perawatan klien.
Rasional : memandirikan keluarga agar lebih peduli pada pemenuhan kebutuhan klien, menciptakan rasa nyaman klien
Imlementasi:
Implementasi dilakukan tanggal 26 sampai 27 juli 2006.
Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa ini adalah memberikan bantuan dalam aktivitas yang diperlukan seperti oral hygiene dan memotong kuku, memotivasi klien dalam perawatan diri dan melibatkan keluarga dalam perawatan klien.
Kekuatan dalam tindakan ini adalah sikap klien dan keluarga yang mau diajak kerjasama dalam tindakan.
Kelemahannya adalah jika keluarga klien pulang kerumah, maka tidak ada yang bisa membantu pemenuhan kebutuhan personal hygiene klien. Juga dikarenakan keterbatasan jumlah perawat ruangan.
Evaluasi akhir yan dilakukan pada tanggal 27 juli 2006 adalah klien merasa nyaman dan mengatakan bahwa mulutnya terasa segar. Klien mampu mendemonstrasikan oral hygiene sambil sedikit dibantu keluarga. Berdasarkan hal tersebut, masalah sudah teratasi.
5. kurang pengetahuan mengenai kondisi dan perawatan berhubungan dengan kurangnya informasi yang akurat.
Kurang pengetahuan adalah kondisi dimana seorang individu atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau ketrampilan psikomotor berkenaan dengan kondisi atau rencana pengobatan (Carpenito, 2000, hal 223).
Alasan diagnosa ini diangkat adalah dengan ditemukannya data bahwa klien tidak mengetahui tentang penyakitnya yang kemungkinan besar diakibatkan karena gaya hidup yang tidak sehat, klien juga sering menanyakan tentang penyakitnya dan perawatannya.
Kurangnya informasi harus diatasi dengan memberikan penyuluhan kesehatan. Jika tidak, maka klien tidak tahu tentang bagaimana perawatannya yang aklan mengakibatkan klien akan memperburuk kondisinya sendiri.
Intervensi :
a. Kaji status pendidikan klien.
Rasional : menentukan status awal pengetahuan klien.
b. Kaji pengetahuan klien akan penyakitnya, prognosanya, dietnya dan hal - hal yang perlu dilakukan klien agar memperingan gejala yang muncul.
Rasional : Menentukan sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakit yang dideritanya.
c. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit klien.
Rasional : menentukan pengetahuan keluarga akan penyakit klien.
d. Berikan penyuluhan kesehatan tentang penyakitnya termasuk diet dan perawatannya.
Rasional : memberikan informasi yang actual yang mampu merubah persepsi klien tentang penyakitnya.
Implementasi :
Implementasi dilakukan tanggal 26 sampai 27 juli 2006.
Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa kurangpengetahuan adalah mengkaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, mengkaji status pendidikan klien, memberikan informasi melalui penyuluhan kesehatan kepada klien dan keluarganya berkenaan tentang penyakit klien, bagaimana pola makan yang baik bagi klien, dan bagaimana perawatannya.
Kekuatan dari tindakan ini adalah sikap klien dan keluarga yang mau bekerjasama dalam pelaksanaan tindakan. Klien dan keluarga aktif bertanya. Klien dan keluarga mudah diajak komunikasi menggunakan bahaa indonesia maupun bahasa jawa sehingga mempermudah jalannya penyuluhan kesehatan.
Kelemahan dari tindakan ini dalah tidak semua anggota keluarga klien hadir mengikuti penyuluhan.
Evaluasi akhir yang dilakukan tanggal 27 juli 2006 adalah klien mengetahui tentang penyakitnya dan klien mampu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh penulis. Jadi secara teori masalah ini dapat teratasi.
Diagnosa yang muncul dalam tinjauan teori tetapi tidak muncul dalam tinjauan kasus adalah :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah suatu keadaan dimanaindividu yang tidak puasa mengalami penurunan berat badan dengan masukan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrien yang tidak adekuat(Carpenito, 2000, hal 259).
Diagnosa tersebut tidak ditegakkan karena pada saat pengkajian klien tidak mengalami gangguan nafsu makan.
2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema anasarka.
Resiko kerusakan integritas kulit adalah suatu keadaan dimana individu beresiko terhadap kerusakan jaringan epidermis dan dermis(Carpenito, 2000, hal 302).
Diagnosa ini tidak diangkat karena saat pengkajian tidak muncul tanda - tanda lesi pada kulit walaupun klien sudah dirawat 10 hari. Hal ini dikarenakan keluarga selalu dianjurkan perawat ruangan untuk merubah posisi klie sesering mungkin.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan efek diuretik.
Resiko kekurangan volume cairan adalah keadaan dimana seseorang yang intake cairannya sedikit, mendapat pengobatn diuretik hingga output cairan banyak yang mempunyai resiko terjadinya dehidrasi vaskuler, inersitial, atau interseluler( Carpenito, 2000, hal 411).
Diagnosa ini tidak muncul karena saat pengkajian klien masih dalam kondisi oedema anasarka berat dan pengeluaran urin yang sedikit yang disebabkan areaobat diuretik dalam dosis sedikit.
BAB V
IMPLIKASI KEPERAWATAN
A. Kesimpulan
1. Pengkajian yang dilakukan oleh penulis menggunakan pendekatan pola 11 model konseptual Gordon, dimana selurh aspek bio.psiko,sosio dan kultural klien dikaji. Namun pola pengkajian ini harus dimodifikasi sehingga lebih tepat jika digunakan pada klien di rumah sakit.
2. Asuhan keperawatan yang dilaksanakan masih banyak kekurangan yang dikarenakan kurang telitinya penlis dalam mengkaji klien.
3. Intervensi yang telah disusun penulis, tidak semuanya dilakuakan implementasi oleh penulis tetapi dilakuakan pendelegasian. Penulis melaksanakan implementasi hanya pada shif pagi, sedangkan untuk shf siang dan malam, penulis mendelegasikan intervensi yang sudah disusun kepada perawat ruang untuk kesinambungan intervensi. Sehingga mengakibatkan kekurang efektifan pelaksanaan asuhan keperawatan ang dilaksanakan kepada klien.
4. Selama penulis melakukan pengelolaan kasus di Ruang Melati, sikap klien dan keluarga kooperatif terhadap tindakan yang telah diberikan sehingga mempermudah dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
5. Dalam melakukan asuhan keperawatan, kerjasama tim kondusif, . Hanya dalam pendokumentasian belum sepenuhnya tercatat, sehingga dalam penerapan asuhan keperawatan masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
6. Kelengkapan fasilitas perawatan yang ada belum cukup memadai sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan belum dilakukan secara optimal.
7. Komunikasi teraupetik sangat diperlukan untuk membina rasa saling percaya klien terhadap tindakan perawatan yang ada
B. Saran
1. Perawat hendaknya mampu menerapkan asuhan keperawatan secara maksimal, sehingga biosa menyelesaikan masalah klien, oleh karena itu proffesionalisme adalah kunci keberhasilan suatu rencana atau kegiatan keperawatan.
2. Keterlibatan keluarga dalam pengelolaan klien hendaklah selalu dipertahankan dan dengan kemampuan komunikasi teraupetik yang perawat miliki akan membantu optimaliosasi kesembuhan klien.
3. Koordinasi yang baik antar tim kesehatan maupun tim kesehatan dengan klien dan keluarga klien, hendaklah senantiasa dijaga agar tercipta suatu kesatuan langkah dalam proses keperawatan pada klien.
4. Kelengkapan fasilitas perawatan yang ada di ruangan perlu dilengkapi guna menunjang dalam pelaksnaan asuhan keperawatan yang komprehensif yang ditujukan untuk optimalisasi proses kesembuhan penyakit klien.
5. Penjelasan mengenai rencana tujuan dan cara melakukan tindakan dalam setiap pelaksanaan tindakan keperawatan sangat diperlukan guna terciptanya kesepakatan tindakan antara klien dengan tim kesehatan.
Demikian kesimpulan dan saran yang dapat penulis kemukakan, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan demi kesemournaan laporan uji komprehensif ini sehingga dimasa mendatang akan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J. (2001). Handbook of Nursing Diagnosis, 8/E (Buku Saku Diagnosa Keperawatan, E/8, editor: Monica Ester). Jakarta: EGC.
Doengoes, M. E, Moorhouse, M. F & Geissler, A. C. (2000). Nursing Care Plan: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care, 3/E (Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien E/3, editor: Monica Ester). Jakarta: EGC.
Engram,B. (1999). Medical-Surgical Nursing Care Plans, 1/V (Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, V/1, alih bahasa oleh Suharyati samba). Jakarta: EGC.
Gunawan, A. C. (2000). Nefrotik Sindrom: Patogenesis dan Penatalaksanaan. (on-line): http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/(15 Juni 2006).
Mansjoer, A, Triyanti, K, Savitri, R, Wardani, W. I, Setiowulan, W. (1999). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III. Jakarta: Media Ausculapius FKUI.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Ramali, A. & Pamoentjak, K. (2003). Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Swearingen. (2001). Pocket Guide to Medical-Surgical Nursing, 2/E (Seri Pedoman Praktis Keperawatan Medikal Bedah, E/2, alih bahasa oleh Monica Ester). Jakarta: EGC.
Tisher, C. C, Wilcox, C. S. (1997). House Officer Series Nephrology, 3/E (Buku Saku Nefrologi, E/3). Jakarta: EGC.
Tucker, S. M, Canobbio, M. M, Paquette, E. V, Wells, M. F. (1998). Patient Care Standards; Nursing Process, Diagnosis, and Outcome, 3/V, 5/E (Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi, V/3, E/5). Jakarta: EGC
Lampiran 1
SURAT PENDELEGASIAN
Hari/ Tanggal : Rabu, 26 juli 2006
Jam : 14.00 WIB
Nama Pasien : Tn. A
Umur : 41 th
Diagnosa Medis : Sindrom Nefrotik
Ruang/ Kelas : Melati/ II
Masalah keperawatan yang muncul :
1. Resiko infeksi
2. Kelebihan volume cairan
3. Intoleransi aktivitas
4. Resiko kekurangan volume cairan
5. Defisit perawatan diri
6. Kurang pengetahuan
Mohon untuk dilaksanakan program perawatan sesuai intervensi yang telah disusun secara berkesinambungan.
Prosedur terapi yang didelegasikan:
· injeksi Cefotaxim 2 x 1 gram
· injeksi Lasix 2 x 40 mg
· Albumin fl 100cc/ hari
· Letonal 3 x 100 mg
· Prednison 3-2-0 x 5 mg
Prosedur keperawatan yang didelegesikan :
· Pantau TTV
· Monitor output urin
Kondisi klien saat dioperkan adalah dalam keadaan kesadaran composmentis
TD : 130/90 mmHg, S : 36,5°C, N : 84x/mnt, RR : 20x/mnt
Urine tampung: 900 ml.
Atas kerjasama yang dilaksanakan, saya ucapkan terima kasih.
Pendelegasi Penerima Delegasi
JUNAIDI ABDILLAH TIEN
SURAT PENDELEGASIAN
Hari/ Tanggal : Rabu, 26 juli 2006
Jam : 21.00 WIB
Nama Pasien : Tn. A
Umur : 41 th
Diagnosa Medis : Sindrom Nefrotik
Ruang/ Kelas : Melati/ II
Masalah keperawatan yang muncul :
7. Resiko infeksi
8. Kelebihan volume cairan
9. Intoleransi aktivitas
10. Resiko kekurangan volume cairan
11. Defisit perawatan diri
12. Kurang pengetahuan
Mohon untuk dilaksanakan program perawatan sesuai intervensi yang telah disusun secara berkesinambungan.
Prosedur terapi yang didelegasikan:
· injeksi Cefotaxim 2 x 1 gram
· injeksi Lasix 2 x 40 mg
· Albumin fl 100cc/ hari
· Letonal 3 x 100 mg
· Prednison 3-2-0 x 5 mg
Prosedur keperawatan yang didelegesikan :
· Pantau TTV
· Monitor output urin
Kondisi klien saat dioperkan adalah dalam keadaan kesadaran composmentis
TD : 130/80mmHg, S 37,2°C, N : 80x/mnt, RR : 20x/mnt
Urine tampung: 450 ml.
Atas kerjasama yang dilaksanakan, saya ucapkan terima kasih.
Pendelegasi Penerima Delegasi
TIEN ALIF ALI YAHYA
SURAT PENDELEGASIAN
Hari/ Tanggal : kamis, 26 juli 2006
Jam : 07.00 WIB
Nama Pasien : Tn. A
Umur : 41 th
Diagnosa Medis : Sindrom Nefrotik
Ruang/ Kelas : Melati/ II
Masalah keperawatan yang muncul :
13. Resiko infeksi
14. Kelebihan volume cairan
15. Intoleransi aktivitas
16. Resiko kekurangan volume cairan
17. Defisit perawatan diri
18. Kurang pengetahuan
Mohon untuk dilaksanakan program perawatan sesuai intervensi yang telah disusun secara berkesinambungan.
Prosedur terapi yang didelegasikan:
· injeksi Cefotaxim 2 x 1 gram
· injeksi Lasix 2 x 40 mg
· Albumin fl 100cc/ hari
· Letonal 3 x 100 mg
· Prednison 3-2-0 x 5 mg
Prosedur keperawatan yang didelegesikan :
· Pantau TTV
· Monitor output urin
Kondisi klien saat dioperkan adalah dalam keadaan kesadaran composmentis
TD : 130/90 mmHg, S : 37°C, N : 86x/mnt, RR : 20x/mnt
Urine tampung: 600 ml.
Atas kerjasama yang dilaksanakan, saya ucapkan terima kasih.
Pendelegasi Penerima Delegasi
ALIF ALI YAHYA JUNAIDI ABDILLAH
Lampiran 2
SATUAN PEMBELAJARAN
Pokok bahasan : Penyakit Nefrotik Sindrom
Sub pokok bahasan : Diet dan perawatan Sindrom Nefrotik.
Sasaran : Tn. A dan Keluarga
Hari/ Tanggal :30 menit
Waktu : 20 m
Tempat : Ruang Melati kelas II
Penyuluh : Junaidi Abdillah
A. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 20 menit diharapkan klien dan keluarga mampu memahami tentang penyakit Nefrotik Sindrom, meliputi pengertian, penyebab, diet dan perawatannya.
B. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti kegiatan penyluhan diharapkan :
1. Klien dapat menjelaskan pengertian Sindrom nefrotik
2. Klien dapat menyebutkan penyebab Sindrom Nefrotik
3. Klien mampu mnyebutkan diet yang harus dijalani.
4. Klien mampu menjelaskan perawatan selama sakit
C. Materi
1. Sindrom nefrotik adalah penyakit yang terjadi secara tiba-tiba, biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proeinuria berat. Tanda yang terlihat jelas adalah oedema pada kaki dan genetalia.
2. penyebab
a. Glomerulonefritis primer
b. Glomerulonefrits sekunder
3. Diet
Diet yang harus dilaksanakan pada klien dengan Sindrom Nefrotik adalah diet tinggi protein dan rendah garam.
4. Perawatan
¨ Lakukan tirah baring selama fase akut
¨ Modifikasi gaya hidup sehat
¨ Kurangi Aktivitas berlebih
D. Kegiatan Belajar Mengajar
No | Tahapan | Waktu | Kegiatan | |
Penyuluh | klien | |||
1 | Pembukaan | 5 menit | ¨ Memberi salam ¨ Mengingatkan kontrak yang telah dibuat ¨ Apersepsi | ¨ Klien menjawab salam ¨ Klien mengangguk ¨ Klien tidak tahu tentang penyakit Sindrom Nefrotik |
2. | Pembelajaran | 20 menit | ¨ Menjelaskan tentang pengertian, penyebab dan diet serta perawatan Sindrom Nefrotik. ¨ Memberi kesempatan pada klien untuk bertanya ¨ Menjawab pertanyaan dari klien ¨ Menanyakan kembali materi yang telah disampaikan | ¨ Klien memperhatikan ¨ Klien bertanya ¨ Klien mengerti / paham ¨ Klien mampu menjawab pertanyaan |
3 | penutup | 5 menit | ¨ Mengklarifikasi jawaban klien ¨ Menyimpulkan materi ¨ Menutup salam | ¨ Klien memahami ¨ Klien semakin tahu tentang penyakitnya ¨ Menjawab salam |
E. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Diskusi
F. Media
1. flipchart
2. Gambar
G. Evaluasi
1. Apa yang disebut Sindrom Nefrotik?
Jawab: Nefrotik sindrom adaalah kumpulan gejala penurunan fungsi ginjal.
2. Apa saja yang menyebabkan Penyakit sindrom Nefrotik?
Jawab: penyakit ginjal
3. Sebutkan diet penyakit Sindrom Nefrotik?
Jawab: dietnya tinggi protein dan rendah garam
4. Bagaimana perawatan penyakit Sindrom Nefrotik?
Jawab: istirahat yang banyak, merubah gaya hidup, mengurangi aktivitas.
H. Daftar Pustaka
Mansjoer, A, Triyanti, K, Savitri, R, Wardani, W. I, Setiowulan, W. (1999). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III. Jakarta: Media Ausculapius FKUI.
Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Tisher, C. C, Wilcox, C. S. (1997). House Officer Series Nephrology, 3/E (Buku Saku Nefrologi, E/3). Jakarta: EGC.
Lampiran 3
0 komentar:
Posting Komentar