Kamis, 29 Desember 2011

THYPUS ABDOMINALIS


A.    PENGERTIAN
-          Thypus abdominalis (demam Tifoid, enterik fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai satuan pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, Gangguan pada pencernaan dan kesadaran.
(Ngastiyah 1997)
-          Thypus Abdominalis adalah penyakit infeksi pada saluran pencernaan tepatnya pada usus halus.
(Depkes 1992)
-          Thypus Abdominalis ( demam tyfoid, enterik fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan kesadaran.
 (Arif Mansjoer 2000)

B.     ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah salmonella typosa. Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekurang - kurangnya tiga macam antigen yaitu
-          Antigen O ( Somatik terdiri dari zat komplet Lipopolisakarida).
-          Antigen H (Flagella)
-          Antigen V1
Di dalam serum pasien terdapat zat anti (Agtutinin) terhadap ketiga Antigen tersebut.
(Ngastiyah 1997)





C.    PATOFISIOLOGI
-          Kuman Salmonella typi masuk tubuh manusia melalui 5F (Food, Finger, Famtus dan Feces).
Masuk ke lambung, maka terjadi pengenceran asam lambung yang mengurangi daya hambat terhadap microorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat asam ini juga menurun pada waktu tejadi pengosongan lambung, sehingga terjadi invasi bakteri primer pada usus.
-          Usus halus yaitu masuknya bakteri tahap pertama pada usus halus. Bakteri kemudian masuk melalul folikel-folikel limfe yang terdapat dalam lapisan mukosa / sub mukosa. Memperbanyak diri dengan cepat kemudian memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai aliran darah dengan demikian terjadi bakteri pada penderita.
( Patologi Ul, 1997)
-          Bakterimia pada penderita bisa mencapai kandung empedu melalui kapiler-kapiler dan konalikulli empedu. Melalui empedu yang inefektif terjadilah infeksi bakteri sekunder pada usus halus, yaitu masuknya bakteri ke dalan usus yang keduakalinya dan lebih berat dari tahap pertama. Invasi tahap kedua ini akan menimbulkan motilitas usus meningkat, nyeri dan demam typoid (Tremoregulator) meningkatnya motilitas usus menimbulkan mual, muntah, dan diare, sehingga kemungkinan terjadi kekurangan cairan dan elektrolit, dari mual, muntah menimbulkan Anoreksia sehingga lidah menjadi kotor, yang mengakibatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi klien kurang dari kebutuhan tubuh.
Dengan adanya peradangan, timbul rasa nyeri sehingga timbul rasa cemas, karena ketidaktahuan klien terbadap penyakitnya. Peradangan juga dapat mempengaruhi termoregulator yang diakibatkan kerusakan kontrol suhu sekunder terhadap inflamasi sehingga terjadi impertemi. Infeksl usus juga bisa menimbulkan nekrosis supervisial yang disebabkan toksin bakteri, terutama oleh pembuntuan - pembuntuan pembuluh darah kecil akibat interplasi sel limfoid di sebut ( sel Tyfoid). Mukosa yang nekrotik membentuk kerak , kerak akan lepas sehingga, pada jaringan limfoid akan membentuk ulkus. Dengan adanya sumbu ulkus pada mukosa usus, maka bisa terjadi perdarahan dan perforasi usus. Dari hal tersebut klien harus bedrest total sehingga aktivitas dan kebutuhan klien sehari-hari tidak terpenuhi sendiri dan harus di bantu oleh perawat dan keluarga. Akibat bedrest tersebut motalitas usus menurun sehingga terjadi konstipasi dan terjadi perubahan eliminasi.
(dr. Soedarto, 1990)
A.    FOKUS INTERVENSI
1.      Hipertemi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder terhadap inflamasi pada usus halus.
Tujuan     :  pasien akan mempertahankan suhu tubuh normal ( 36-37 derajat C)
Intervensi :
-          Pantau TTV
-          Anjurkan klien untuk mempertahankan masukan cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi.
-          Lakukan pengompresan.
-          Ajarkan tanda awal hipertemi adalah serangan/sengatan panas kulit merah, keletihan, kehilangan nafsu makan.
-          Anjurkan pasien untuk istirahat mutlak.
-          Ruangan diatur agar cukup ventilasi.
-          Kolaborasi pemberian obat antibiotik dan antiseptik.
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan untuk anoreksia dan peningkatan kebutuban kalori dan kesulitan dalam mencerna kalori yang mencukupi sekunder terhadap inflamasi pada usus halus.
Tujuan     : Pasien dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan peningkatan masukan oral.
Intervensi :
-          Kaji status nutrisi pasien.
-          Jelaskan nutrisi yang adekuat.
-          Tawarkan makan dengan porsi kecil dan sering.
-          Anjurkan keluarga untuk terlibat selama pasien makan
-          Kolaborasi dengan ahli gizi.
3.      Resiko defisit cairan berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder terhadap muntah dan diare.
Tujuan     :  Pasien tidak mengalami dehidrasi
Intervensi :
-          Kaji defisit cairan secara rutin, mukosa mulut kering, turgor kulit menurun.
-          Pantau intake cairan ( 1000 - 1500 /24 jam)
-          Pertahankan masukan cairan yang adekuat.
-          Beritahu klien dan keluarga bahwa teh, anggur, jus dapat menyebabkan diuresis dan dapat menambah kehilangan cairan.
-          Kaji yang di sukai dan tidak di sukai, berikan cairan kesukaan.
4.      Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasure otot polos sekunder terhadap infeksi Gastro intertina.
Tujuan     :  Nyeri berkurang atau terkontrol.
Intervensi :
-          Kaji tingkat nyeri, intensitas, lokasi, durasi, dan frekuensi.
-          Berikan pengertian pada klien tentang penyebab nyeri.
-          Ajarkan tindakan penurunan nyeri.
-          Berikan kesempatan pada individu untuk istirahat.
-          Berikan individu pereda sakit secara optimal dan analgetik.
5.      Intoleransi antivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme selcunder akibat inflamasi.
Tujuan     :  Aktivitas klien terpenuhi.
Intervensi :
-          Kaji aktivitas klien.
-          Ukur TTV setelah aktivitas
-          Berikan bantuan dalam aktivitas pasien.
-          Ajarkan klien metode penghematan energi untuk aktivitas







0 komentar:

Posting Komentar

◄ Newer Post Older Post ►