Senin, 02 Januari 2012

Laporan Pendahuluan dan Asuhan keperawatan Hernia Scrotalis


A.    PENGERTIAN
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat, 1997, hal 700).
Hernia adalah keluarnya bagian dalam dari tempat biasanya. Hernia scrotal adalah burut lipat paha pada laki-laki yang turun sampai ke dalam kantung buah zakar (Laksman, 2002, hal 153).
Hernia scrotalis adalah hernia yang melalui cincin inguinalis dan turun ke kanalis pada sisi funikulus spermatikus pada bagian anterior dan lateral, yang dapat mencapai scrotum, hernia ini disebut juga hernia inguinalis indirect (Sachdeva, 1996, hal 235).

B.     ETIOLOGI
Hernia scrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat (akuistik), hernia dapat dijumpai pada setiap usia, prosentase lebih banyak terjadi pada pria, berbagai faktor penyebab berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia, disamping itu disebabkan pula oleh faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut.
Faktor yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia, jika kantung hernia inguinalis lateralis mencapai scrotum disebut hernia scrotalis.
Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah:
1.      Hernia inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa dan prosesus vaginalis.
2.      Kerja otot yang terlalu kuat.
3.      Mengangkat beban yang berat.
4.      Batuk kronik.
5.      Mengejan sewaktu miksi dan defekasi.
6.      Peregangan otot abdomen karena meningkatkan tekanan intra abdomen (TIA) seperti: obesitas dan kehamilan.
(Sjamsuhidajat , Jong, 1997, hal 706; Sachdeva, 1996, hal 235).

C.    PATOFISIOLOGI
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut, akan menarik perineum ke daerah scrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei, pada bayi yang baru lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut, namun dalam beberapa hal seringkali kanalis ini tidak menutup karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka, bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis lateralis congenital pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena merupakan lokus minoris persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra abdominal meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateral akuisita keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal adalah kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada saat defekasi, miksi misalnya pada hipertropi prostate.
Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke dalam hernia kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus, dan bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga hernia scrotalis (Mansjoer, 2000, hal 314; Sjamsuhidajat, Jong, 1997, hal 704).

D.    MANIFESTASI KLINIK
Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha, benjolan tersebut bisa mengecil dan menghilang pada saat istirahat dan bila menangis, mengejan mengangkat beban berat atau dalam posisi berdiri dapat timbul kembali, bila terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri, keadaan umum biasanya baik pada inspeksi ditemukan asimetri pada kedua sisi lipat paha, scrotum atau pada labia dalam posisi berdiri dan berbaring pasien diminta mengejan dan menutup mulut dalam keadaan berdiri  palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat di reposisi  dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak-anak kadang cincin hernia dapat diraba berupa annulus inguinalis yang melebar.
Pemeriksaan melalui scrotum jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum, ikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk, bila masa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka itu adalah hernia inguinalis medialis (Mansjoer, 2000, hal 314).
A.    FOKUS KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Data yang diperoleh atau dikali tergantung pada tempat terjadinya, beratnya, apakah akut atau kronik, pengaruh terhadap struktur di sekelilingnya dan banyaknya akar syaraf yang terkompresi.
a.       Aktivitas/istirahat
      Tanda dan gejala: > atropi otot , gangguan dalam berjalan        
      riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk dalam waktu lama.
b.      Eliminasi
      Gejala: konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi adanya inkontinensia atau retensi urine.
c.       Integritas ego
      Tanda dan gejala: Cemas, depresi, menghindar ketakutan akan timbulnya paralysis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.
d.      Neuro sensori
      Tanda dan gejala: penurunan reflek tendon dalam kelemahan otot hipotonia, nyeri tekan, kesemutan, ketakutan kelemahan dari tangan dan kaki.
e.       Nyeri atau ketidaknyamanan
      Gejala: sikap, perubahan cara berjalan, nyeri seperti tertusuk paku, semakin memburuk dengan batuk, bersin membengkokkan badan.

f.       Keamanan
      Gejala: adanya riwayat masalah punggung yang baru saja terjadi.
(Doenges, 1999, hal 320 – 321)
2.      Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan intervensi
a.       Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan  dengan kompresi syaraf, spasme otot
Kriteria hasil:
1)      Melaporkan nyeri hilang dan terkontrol.
2)      mengungkapkan metode yang memberi penghilangan.
3)      mendemonstrasikan penggunaan intervensi terapeutik.
Intervensi:
1)      Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi lamanya serangan, faktor pencetus atau yang memperberat
Rasional    :  Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk perbandingan dan evaluasi terhadap therapy.
2)      Pertahankan tirah baring selama fase akut letakkan pasien pada posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi, posisi terlentang dengan atau tanpa meninggikan kepala 10-30 derajat pada posisi lateral
Rasional    :  Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien untuk menurunkan spasme otot menurunkan penekanan pada bagian tubuh tertentu dan memfasilitasi terjadinya reduksi dari tonjolan discus.
3)      Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan
Rasional    :  Menurunkan gaya gravitasi dan gerak yang dapat menghilangkan spasme otot dan menurunkan edema dan tekanan pada struktur sekitar discus intervertebralis.
4)      Instruksikan pada pasien untuk melakukan teknik relaksasi atau visualisasi
Rasional    :  memfokuskan perhatian klien membantu menurunkan tegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan.
5)      Kolaborasi dalam pemberian therapy
Rasional    :  Intervensi cepat dan mempercepat proses penyembuhan.
b.      Koping individu tidak efektif (ansietas) sehubungan dengan krisis situasional, perubahan status kesehatan
Kriteria hasil:
1)      Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang.
2)      Mengkaji situasi terbaru dengan akurat mendemonstrasikan ketrampilan pemecahan masalah.
Intervensi:
1)      Kaji tingkat ansietas klien, tentukan bagaimana pasien menangani masalahnya sebelumnya dan sekarang
Rasional    :  Mengidentifikasi keterampilan untuk mengatasi keadaannya sekarang.
2)      berikan informasi yang akurat
Rasional    :  Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang didasarkan pad pengetahuannya.
3)      berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapinya
Rasional    :  Kebanyakan pasien mengalami permasalahan yang perlu diungkapkan dan diberi respon.
4)      Catat perilaku dari orang terdekat atau keluarga yang meningkatkan peran sakit pasien
Rasional    :  Orang terdekat mungkin secara tidak sadar memungkinkan pasien untuk mempertahankan ketergantungannya.
c.       Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan nyeri, spasme otot
Kriteria hasil:
Mengungkapkan pemahaman tentang situasi atau faktor resiko dan aturan pengobatan individual.
Intervensi:
1)      Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik
Rasional    :  Tergantung pada bagian tubuh yang terkena atau jenis prosedur yang kurang hati-hati akan meningkatkan kerusakan spinal.
2)      Catat respon emosi atau perilaku pada saat immobilisasi, berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien
Rasional    :  Immobilitas tang dipaksakan dapat memperbesar kegelisahan, peka terhadap rangsang.
3)      Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif
Rasional    :  Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi tang khusus tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi.
4)      Ikuti aktivitas atau prosedur dengan periode istirahat
Rasional    :  Meningkatkan penyembuhan dan membentuk kekuatan otot.
5)      Berikan atau Bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif, pasif
Rasional    :  Memperkuat otot abdomen dan fleksor tulang belakang, memperbaiki mekanika tubuh.
d.      resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan muntah, mual, gangguan peristaltic usus
Kriteria hasil:
1)      Meningkatkan masukan oral.
2)      Menjelaskan faktor penyebab apabila diketahui.
Intervensi:
1)      Tentukan kebutuhan kalori harian yang adekuat, kolaborasi dengan ahli gizi.
Rasional    :  Mencukupi kalori sesuai kebutuhan, memudahkan menentukan intervensi yang sesuai dan mempercepat proses penyembuhan.
2)      Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat, negosiasikan dengan klien tujuan masukan untuk setiap kali makan dan makan makanan kecil
Rasional    :  Klien dapat mengontrol masukan nutrisi yang adekuat sesuai kebutuhan, yang digunakan sebagai cadangan energi yang untuk beraktivitas.
3)      Timbang berat badan dan pantau hasil laboratorium
Rasional    :  Dapat digunakan untuk memudahkan melakukan intervensi yang akurat dan sesuai dengan kondisi klien.
4)      Anjukan klien untuk menjaga kebersihan mulut secara teratur pantau klien dalam melakukan personal hygiene.
Rasional    :  Meningkatkan nafsu makan dan memberi kenyamanan dalam mengkonsumsi makanan sehingga kebutuhan kalori terpenuhi.
5)      Atur rencana perawatan untuk mengurangi atau menghilangkan ketidaknyamanan yang dapat menyebabkan mual, muntah, dan mengurangi nafsu makan
Rasional    :  Menentukan intervensi yang sesuai meningkatkan masukan oral.
e.       Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah pembentukan hematoma
Kriteria hasil:
Melaporkan atau mendemonstrasikan situasi normal.
intervensi:
1)      Lakukan penilaian terhadap fungsi neurologist secara periodik
Rasional    :  Penurunan atau perubahan mungkin mencerminkan resolusi edema, inflamasi sekunder.
2)      Pertahankan pasien dalam posisi terlentang sempurna selama beberapa jam
Rasional    :  Penekanan pada daerah operasi dapat menurunkan resiko hematoma.
3)      Pantau tanda-tanda vital catat kehangatan, pengisian kapiler
Rasional    :  Perubahan kecepatan nadi mencerminkan hipovolemi akibat kehilangan darah, pembatasan pemasukan oral mual, muntah.
4)      Kolaborasi dalam pemberian cairan atau darah sesuai indikasi
Rasional    :  Terapi cairan pengganti tergantung pada derajat hipovolemi.
 (Doengoes, 1999; Carpenito, 1997)

0 komentar:

Posting Komentar

◄ Newer Post Older Post ►